PRABUMULIH, BERITAANDA – Hendri Lee anak wajib pajak berinisial AS di Prabumulih mempertanyakan kesepakatan yang dibuat bersama dengan terduga oknum petugas pajak KPP Pratama Kota Prabumulih, yang sepakat ‘menyulap’ tagihan pajak kurang lebih Rp 7 miliar dihapuskan dan dianggap selesai, nyatanya kini harta benda orang tuanya disita kantor pajak dengan alasan mangkir bayar pajak.
Hendri menceritakan kronologis tagihan pajak fantastis yang dialamatkan pada orangtuanya AS itu terjadi saat pandemi Covid-19 pada tahun 2019.
Kala itu sang ayah, AS, menerima surat tagihan pajak dari KPP Pratama Kota Prabumulih sebesar kurang lebih Rp 7 miliar.
Pengusaha sembako itu menerima tagihan pajak dengan rincian 57 produk hukum pajak berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar serta Surat Tagihan Pajak (STP) yang total nilainya kurang lebih Rp 7 miliar.
Hendri menjelaskan bahwa ayahnya keberatan dengan surat tagihan pajak itu, namun dia tidak bisa apa-apa karena tidak mengerti mengenai perpajakan dan tidak bisa membayar tagihan pajak kurang lebih Rp 7 miliar yang disebut hingga jangka waktu 3 bulan atau setelah jatuh tempo atas SKPKB berakhir.
“Bagaimana mau bayar Rp 7 miliar, sedangkan netto uang per hari cuma Rp 2 juta saja, seluruh modal usahanya tidak sebesar jumlah pajak yang ditagihkan,” ujar Hendri menirukan keberatan orangtuanya kala itu, Rabu (1/11/2023).
Yang membuat AS semakin kecewa karena sebenarnya dia punya hak bisa mengajukan keberatan tagihan pajak, namun karena dia tidak paham perpajakan maka haknya sebagai wajib pajak yang mengajukan keringanan tagihan sudah hangus.
Rupanya ketidakpahaman Hendri inilah dimanfaatkan oknum pegawai pajak dengan menawarkan jasa meringankan tagihan pajak Rp 7 miliar. Meski mendapat tawaran keringanan pajak, Hendri tetap keberatan karena modal usahanya saja tidak sampai Rp 7 miliar.
Akhirnya AS berdiskusi dengan anaknya sehingga kemudian sepakat mengurus tagihan pajak itu dengan berkonsultasi ke petugas pajak berinisial BB.
Dari hasil pertemuan di salah satu rumah makan di Prabumulih itu disepakati bahwa tagihan pajak AS akan dihapuskan dengan dibuatkan surat keterangan keberatan pajak, sehingga semua beres alias tidak ada tagihan pajak atau nol rupiah asal mau menyerahkan uang pelicin 2,5 persen dari tagihan pajak Rp 7 miliar atau Rp 20 juta secara tunai, atas perintah yang diberikan oleh petugas inisial BB.
Namun ternyata tagihan pajak lunas atau tidak ada tagihan itu hanya omong kosong saja, karena AS kembali didatangi juru sita pajak pada 2020 untuk menyita barangnya karena dianggap menunggak pajak.
Rupanya AS kembali harus menelan pil pahit, karena modus serupa kembali dilancarkan oleh petugas pajak lainnya yang menangani pajaknya, dengan modus yang sama namun dengan nilai jauh lebih besar.
AS diminta menyerahkan uang tunai 10 persen dari tagihan pajaknya Rp 7 miliar plus aset sebagai jaminan pelunasan. Namun karena AS keberatan, akhirnya disepakati AS sanggup menyerahkan yang tunai Rp 20 juta dan aset sertifikat tanah dan dua BPKB mobil.
“Ayah percaya tagihan pajaknya benar-benar diurus dan selesai karena penyerahan uang tunai juga aset jaminan sebagai pelunasan, karena diketahui Kepala KPP Pratama Prabumulih HS dan Plt Panagihan H, tapi rupanya itu juga modus saja. Buktinya 2022, kembali diberi surat panggilan konseling oleh DJP Sumsel Babel,” ujar Hendri.
Akhirnya, sang ayah memenuhi konseling dan nyatanya putusan akhirnya harus tetap membayar pokok pajak, karena sanksi administratif dan bunga saja yang bisa dihapuskan.
Tidak terima rekening diblokir dan aset jaminan dibawa kabur oknum petugas pajak, namun kasus pajaknya tidak selesai, AS sudah melaporkan kasus ini ke kepolisian dan ke Kejaksaan Prabumulih pada 2022.
Sementara itu, Kepala Kanwil DJP Sumsel dan Kepulauan Bangka Belitung Romadhaniah dikonfirmasi BERITAANDA melalui WhatsApp terkait keluhan wajib pajak yang diduga adanya indikasi permainan mengurus keringanan pajak di wilayahnya, tidak memberikan jawaban. (Febri)