Lebih dari 30 Pabrik Patuh Instruksi Gubernur Lampung, Sisanya Segera Dievaluasi

13

BANDAR LAMPUNG, BERITAANDA – Kebijakan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal terkait penetapan harga dasar singkong terus mendapat dukungan luas dari kalangan industri.

Hingga saat ini, lebih dari 30 perusahaan pengolahan singkong di Lampung telah mematuhi Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025, yang menetapkan harga dasar sebesar Rp 1.350 per kilogram dan potongan maksimal 30 persen.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas, menyebut kebijakan ini sebagai bentuk nyata keberpihakan kepada petani.

“Kita apresiasi sekitar 30 perusahaan yang sudah mengikuti instruksi gubernur terkait harga dan potongan. Namun, masih ada 3 hingga 4 perusahaan yang belum patuh, dan ini akan segera kami evaluasi. Kita ingin seluruh pabrik tunduk pada aturan agar sistem tata niaga ini benar-benar adil,” ujar Mikdar.

Dukungan juga datang dari kalangan industri, khususnya Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI). Ketua PPTTI Lampung, Welly Soegiono, menyatakan bahwa dari 18 perusahaan anggota asosiasi, seluruhnya siap menjalankan instruksi gubernur.

“Kami sepakat dengan kebijakan Pak Gubernur. Tujuannya jelas, agar usaha tetap berjalan dan petani tidak dirugikan. Semua anggota kami patuh, kecuali dua pabrik yang saat ini tutup sementara karena over haul,” kata Welly.

Gubernur Rahmat Mirzani Djausal sebelumnya menegaskan bahwa penetapan harga dasar hanyalah satu bagian dari solusi menyeluruh. Ia mendorong pemerintah pusat segera menetapkan larangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan produk turunannya, seperti tapioka.

Ketua Pansus, Mikdar Ilyas menambahkan, bahwa kewenangan menetapkan lartas berada di tangan Kemenko Perekonomian, bukan Kemenko Pangan.

“Kalau soal harga di daerah, itu sudah selesai. Sekarang bola ada di pemerintah pusat. Lartas adalah kewenangan Kemenko Perekonomian. Ini mendesak. Jangan tunggu ekonomi global membaik, lihat dulu kondisi petani kita,” tegas Mikdar.

Ia mengingatkan bahwa Lampung sebagai penghasil singkong terbesar di Indonesia justru menanggung dampak paling besar dari sistem potong yang tidak adil dan tekanan harga.

“Jika tak segera ada kebijakan nasional yang berpihak, petani bisa beralih ke komoditas lain dan industri ikut terdampak. Ini bukan sekadar angka makroekonomi, ini soal keberlanjutan hidup petani dan industri pengolah singkong. Jangan ditunda lagi,” tutupnya. (Katharina)

Bagaimana Menurut Anda