KAYUAGUNG-OKI, BERITAANDA – Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir [Pemkab OKI] bersiap menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan [karhutla] tahun 2021.
Pencegahan karhutla pada tahun ini difokuskan dengan skema klaster melalui tiga program, yakni pembinaan desa baik di dalam/sekitar kawasan konsesi, deteksi/peringatan dini, serta pemadaman dini oleh perusahaan pemegang konsesi.
Program ini mendapat dukungan penuh dari UNEP (United Nations Environment Program), lembaga PBB yang bertanggung jawab pada perbaikan tata kelola lingkungan secara internasional.
Pencegahan karhutla melalui skema klaster mewajibkan pemilik konsensi menjalankan program pembinaan, termasuk pembiayaan atas desa di dalam konsesi dan desa di dalam jarak 3 kilometer dari batas luar konsesi. Selain itu, perusahaan yang ditunjuk sebagai klaster leader bertanggung jawab dalam koordinasi pembinaan desa-desa di ring-3 yang berjarak lebih dari 3 Km dari batas wilayah konsesi.
“Polanya dengan keroyokan, dimana perusahaan diwajibkan untuk menetapkan desa binaannya berdasarkan tiga peringkat desa, yakni desa ring-1, desa ring-2 dan desa ring-3,” ujar Kepala BPBD OKI, Listiadi Martin pada hybrid meeting yang digelar Kamis (29/4) di Kayuagung.
Bupati Ogan Komering Ilir [OKI] H. Iskandar, SE juga mengatakan, penguatan kapasitas manajemen klaster dalam rangka antisipasi kebakaran lahan merupakan upaya kolaborasi dari berbagai pihak.
“Outcome dari konsolidasi ini untuk menghasilkan upaya bersama untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan melalui pendakatan klaster yang secara internasional dikenal dengan istilah fire protection associations,” ungkap Iskandar.
Pemerintah, tambah Iskandar, ingin mengubah paradigma dari penanggulangan menjadi pencegahan karhutla. “Kalau paradigmanya ke penanggulangan tentu biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih mahal jika karhutla sudah terjadi,” ujarnya.
Program pencegahan karhutbunla berbasis klaster di OKI mengikutsertakan 27 perusahaan pemegang konsesi, pemegang izin usaha di bidang kehutanan dan perkebunan. “Mereka didorong untuk terlibat aktif membina masyarakat desa di sekitar konsesi, melakukan deteksi dini, dan juga pemadaman dini,” terangnya.
Program ini, tambahnya, juga diharapkan mampu mengubah perilaku masyarakat untuk dapat terlibat lebih aktif dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Manajer Partnership for Governance Reform, Glady Hardiyanto mengatakan, proyek penguatan kapasitas penanggulangan kebakaran berbasis klaster secara terpadu ini melibatkan pemerintah, swasta dan non pemerintah serta masyarakat.
“Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat desa di kawasan gambut dan mangrove, juga tata kelola lingkungan, konservasi dan rehabilitasi gambut dan mangrove secara terpadu,” jelasnya.
Program ini, tambahnya, juga ditujukan untuk memperkuat regulasi dari level desa, kabupaten dan provinsi. “Agar muncul regulasi dan kebijakan terintegrasi antar lini dalam pencegahan karhutla,” tutupnya. [Iwan]