Pragmatisme dan Idealisme Politik Dalam Perspektif Analisis Kritis

529

Oleh: Dr. M. Aknan, M.Pd.I (Komisioner KPU Kabupaten OKI)

BERITAANDA – Pemilu dan pemilihan merupakan pesta demokrasi 5 tahun sekali, yang berfungsi untuk memilih secara langsung, baik pemerintah pusat (Presiden dan Wakil Presiden) maupun pemerintah daerah (Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota). Pesta demokrasi tersebut juga memilih anggota dewan, mulai dari tingkat pusat maupun anggota dewan tingkat I, tingkat II dan juga dewan perwakilan daerah.

Dalam sejarah Indonesia, pemilu pertama kali diselenggarakan pada tahun 1955 untuk memilih anggota DPR dan konstituante. Sejak tahun 2005 sampai 2019, Indonesia telah menyelenggarakan pemilu secara langsung. Dan hingga kini pelaksanaan pemilu sudah banyak mengalami perkembangan dan modifikasi, baik secara sistem kepemiluan dan atau tata kelola pemilu yang kesemuanya itu bermaksud untuk menyempurnakan proses pemilu di Indonesia.

Dalam tulisan ini, penulis lebih fokus pada gejala sosial masyarakat terhadap pilihan politik menjelang pemilu, khususnya pada pemilu serentak 2024 di wilayah Kabupaten OKI.

Dalam kaca mata politik, tentu pilihan politik merupakan hak berdemokrasi bagi setiap masyarakat. Gaung demokrasi yang telah menggema telah mengingatkan hampir semua masyarakat untuk berbenah dan memilih calonnya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.

Pilihan calon hampir tak lepas dari isu-isu yang berkembang, baik dari figur ketokohan, kepribadian dan lain sebagainya. Terlebih bagi partai politik, mereka akan menyiapkan strategi dan menyiapkan calon-calon yang berkompeten untuk pemenangan dalam kontestasi pemilu serentak 2024.

Sejak tanggal 14 Juni 2022 setelah KPU RI mengumumkan bahwa tahapan pemilu serentak 2024 telah dimulai. Angin segar kepastian tidak ditundanya pemilu serentak 2024 menjadi isu yang sangat menyejukkan bagi masyarakat. Kepastian pemilu serentak 2024 yang sudah dimulai sejak 14 Juni 2022 membawa dampak positif bagi masyarakat dan bagi para peserta pemilu serentak 2024 untuk bersiap-siap dan menyiapakan strategi pemenangan.

Pergerakan partai politik di tiap wilayah terus bergejolak, isu-isu identitas dan pencitraan telah menjadi bagian dari sosialisasi mengenalkan profil partai politik. Klaim pembawa pembaharuan dan misi kesejahteraan untuk masyarakat menjadi senjata yang paling ampuh untuk mempengaruhi pemilih.

Dalam pemilu diakui adanya hak pilih, hak pilih inilah yang dijadikan dasar untuk memilih sesuai dengan kehendaknya. Sehingga, hak pilih inilah yang dimiliki setiap warga negara tanpa ada perbedaan baik dari jenis kelamin, ras, bahasa, pendapatan, kepemilikan lahan, profesi, kelas, pendidikan, agama dan keyakinan. Dengan adanya persamaan hak pilih tersebut, diharapkan tidak terjadi adanya diskriminasi politik dalam pemilu serentak 2024 yang akan datang. Lebih lanjut lagi pemilu serentak 2024 yang akan datang dapat dipersiapkan lagi bukan hanya bagi peserta pemilu akan tetapi juga bagi para pemilih.

Dengan menyiapkan kriteria-kriteria khusus yang dijadikan acuan dalam memilih pilihannya kelak. Hal ini penting agar dalam pemilu yang akan datang dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin yang benar-benar berkualitas. Jangan ada lagi pemilih yang memilih calon karena adanya embel-embel sesaat, misalnya money politik, politik identitas, isu-isu sara dan lain sebagainya. Hal inilah yang akan mencederai demokrasi itu sendiri.

Masyarakat harus lebih teliti dan hati-hati untuk menentukan pilihannya, masa depan bangsa 5 tahun kedepan akan ditentukan dari kurang lebih 5 menit di bilik suara. Iming-iming uang dan hadiah jangan sampai menghantui masyarakat. Masyarakat harus lebih cerdas lagi bahwa masa depan bangsa dalam 5 tahun kedepan harus diperjuangkan. Masyarakat tidak boleh terlena dengan iming-iming sesaat, pikiran dan kejernihan akal semestinya lebih dikedepankan. Misalnya masyarakat memahami bahwa adanya ancaman pidana dalam praktik-praktik politik uang sesuai ketentuan UU No 7 Tahun 2017 Pasal 523 Ayat 1-3.

Dalam pasal tersebut mengatur tindak pidana politik uang yang dibagi menjadi tiga kategori, yakni:

  1. Pada saat kampanye, setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 Ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000.
  2. Pada masa tenang, setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48.000.000.
  3. Pada saat pemungutan suara, setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000.

Dengan adanya ancaman pidana yang secara jelas seperti ini, diharapkan menumbuhkan rasa takut dan jera bagi semua masyarakat khususnya peserta pemilu. Artinya ancaman yang disebutkan dalam undang-undang itu seharusnya menjadikan acuan dan pembelajaran kepada semua elemen masyarakat. Dengan demikian, masyarakat leih fokus pada kriteria-kriteria yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan mempunyai visi dan misi yang jelas bagi calon yang akan dipilihnya kelak.

Masyarakat mulai menyusun standarisasi dan kriteria bakal calon yang akan dipilih kelak, kriteria-kriteria tersebut paling tidak dimiliki oleh setiap bakal calon yang akan dipilih. Misalnya bakal calon tersebut memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Mempunyai visi dan misi yang baik dalam masa tugasnya.
  2. Mempunyai standar pendidikan yang baik.
  3. Memiliki trade record yang baik.
  4. Kepribadian yang baik.
  5. Mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
  6. Mengedepankan masyarakat diatas kepentingan lainnya, dan lain sebagainya.

Jika masyarakat memiliki standar minimal untuk menentukan bakal calon yang dipilihnya, paling tidak politik uang bisa dikurangi, dan bahkan kedepan pola pikir bahwa demokrasi di Indonesia terkenal mahal bisa kita tekan bersama.

Pemahaman akan adanya masa depan dan kemajuan bangsa harus dipahami dengan bersama. Perkembangan dan kemajuan bangsa ini ditentukan dalam setiap pemilu 5 tahunan, oleh karena itu perhelatan pemilu kedepan harus disikapi dan disiasati dengan berpikir logis dan idealis agar nasib bangsa ini kedepan akan lebih baik lagi. (*)

Bagaimana Menurut Anda