Kisah Panyahatan, Pelopor Pendidikan di Gunung Omas Tapsel

553
Panyahatan Siregar, Sang Pelopor Pendidikan di Gunung Omas, Tapsel

TAPSEL-SUMUT, BERITAANDA – Nama lengkapnya Panyahatan Siregar, berusia sekitar 71 tahun, salah satu penduduk Gunung Omas Lingkungan IV Kelurahan Rianiate, Angkola Sangkunur, Tapanuli Selatan (Tapsel).

Meski pemukiman kecil ini telah dibuka dan dihuni semenjak tahun 1980 silam, namun hingga kini mayoritas warganya belum kenal arti kemerdekaan sesungguhnya di bidang kelistrikan (penerangan).

Sedangkan di bidang dunia pendidikan, warga kampung ini patut berbangga hati memiliki seorang Panyahatan, yang sedari dulu sampai sekarang menjadi suluh dalam gelap, mengajar mengaji bagi anak berusia 5 hingga 15 tahun.

Faktor ketiadaan jaringan listrik tidak sedikitpun menyurutkan niat tulus Panyahatan dalam mengentaskan buta aksara huruf hijaiyah bagi anak-anak sekitar. Meski dengan penerangan seadanya, ia tetap keukeuh mengajar.

Kepada wartawan, ia mengisahkan sekelumit cerita panjangnya ketika berjuang mengadakan infrastruktur sekolah di Gunung Omas. Hatinya berteriak, tak rela bila generasi muda di kampungnya kelak tidak bisa membaca menulis, apalagi sampai buta huruf.

Berangkat dari rasa keprihatinan dan ditambah melihat generasi muda Gunung Omas sudah mendekati usia masuk sekolah, dan mengingat kalaupun bersekolah mau tidak mau harus menembus hutan belantara dengan jarak tempuh yang sangat jauh untuk bisa sampai ke sekolah negeri.

“Pada tahun 1986, saya berinisiatif ingin mendirikan lembaga pendidikan non formal di Gunung Omas,” kisahnya seraya mengutarakan maksud tersebut kepada masyarakat setempat yang kesemuanya sepakat untuk mendirikan infrastruktur dimaksud.

Walaupun bersifat darurat, karena baru sebatas bangunan berdinding papan beratap jalinan daun nipah, kondisi itu tak sedikit pun menyurutkan animo para orang tua dan calon murid untuk serta merta mensukseskan pendidikan non formal tersebut.

“Awalnya, murid setara sekolah dasar ini hanya berjumlah 7 orang murid, lalu berkembang terus-menerus, disebabkan tersiarnya berita ke sekitar kampung termasuk Bahung dan Aek Parira, perihal saya ada membuka kegiatan pendidikan di Gunung Omas,” ujar Panyahatan.

Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sengaja jam masuk sekolah dipercepat. Karena sepulangnya dari sekolah ia menyegerakan diri berangkat ke kebun. Sementara untuk perupahannya selaku guru, oleh orang tua murid membayar jasa Panyahatan dengan ubi, pisang, dan lain sebagainya.

Memasuki tahun 1990, murid sekolah ini telah berjumlah 75 orang (kelas 1 sampai 6). Sehingga, keadaan inipun memaksa Panyahatan untuk memutar otak. Bagaimana caranya memperoleh legalitas kelulusan atau ijazah bagi anak didiknya yang akan menamatkan sekolah.

Berbekal kenekatan, Panyahatan lantas mendatangi SD Negeri Aek Tarutung, Tapsel, dengan maksud untuk meminta solusi terkait bagaimana agar anak didiknya dapat diikut sertakan dalam ujian kelulusan, sehingga mendapat pengakuan dari negara.

Oleh kepala sekolah dasar negeri tersebut, Panyahatan lantas dianjurkan untuk menjumpai sekaligus meminta petunjuk dari pimpinan maupun pegawai kantor Kecamatan Sitinjak, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Berhubung aparat kecamatan tak ada wewenang atas itu, maka Panyahatan diarahkan untuk menemui Kepala Departemen Pendidikan Tapsel. Hingga akhirnya, setelah melewati proses panjang berliku, lembaga pendidikan yang ia kelola diakui negara. Dijadikan sebagai kelas jauh dari Sekolah Negeri Rianiate.

“Pada tahun 2014, gedung sekolah kelas jauh binaan SD Negeri Rianiate resmi didirikan di Gunung Omas, semua anak didik saya dipindah ke gedung tersebut, dan saya pun berhenti dan tak lagi aktif sebagai tenaga pendidik,” tutupnya.

Saat ini, pria sepuh tersebut telah dipensiunkan oleh waktu dari perjuangan panjangnya dalam upaya mengentaskan buta huruf di Gunung Omas. Tak ada penghargaan atau semacam piagam apapun atas kerja kerasnya di masa lampau.

Pun demikian, bagi masyarakat Gunung Omas, Panyahatan Siregar bukan cuma sekedar pahlawan tanpa tanda jasa, tapi terukir sejarah disini, bahwa sosok pria tua itu adalah ‘Sang Pelopor Pendidikan Gunung Omas’. (Anwar)

Bagaimana Menurut Anda