Terkait Klaim Warga Somor Miliki Lahan 500 Ha, PT. Selatan Jaya Permai Angkat Bicara

834

KAYUAGUNG-OKI, BERITAANDA – PT. Selatan Jaya Permai melalui Region Head Plantation Support R. Suryantopo melakukan klarifikasi terkait adanya berita yang dimuat di salah satu media online tentang klaim warga Desa Somor yang mengaku memiliki lahan seluas kurang lebih 500 ha [hektare] dari tanah warisan orangtuanya.

Menurut Suryantopo, berita tersebut tidaklah benar, sebab dokumen yang dijadikan dasar untuk menuntut hal tersebut tidak kuat secara hukum. Dimana surat keterangan kepemilikan hak atas tanah dibuat pada tahun 2003, sedangkan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia baru menerbitkan SK pelepasan kawasan hutan produksi tersebut pada tahun 2009. Sementara, perusahaan mengajukan permohonan HGU ke BPN sesudah kawasan itu dilepaskan.

Kemudian, lanjut dia, perusahaan juga sudah melakukan ganti rugi lahan masyarakat yang masuk dalam areal HGU seluas 264,3 ha yang dibayarkan kepada 16 KK pemilik lahan senilai Rp 1.415.250.000. Dan 3 (tiga) KK diantaranya diterima oleh pengklaim dan saudaranya. Hal tersebut dibuktikan dengan dokumen-dokumen proses ganti rugi yang lengkap. Dimana perusahaan tidak akan berani mengelola lahan masyarakat sebelum tanah itu mendapatkan ganti rugi lahan.

“Sudah beberapa waktu, ada areal kami yang tidak bisa dilakukan pemanenan, padahal lahan tersebut jelas-jelas sudah kami ganti rugi, tanam dan rawat, kemudian dihalangi. Sehingga perusahaan sudah mengalami kerugian ratusan juta akibat TBS tidak bisa dipanen,” jelas Suryantopo, Selasa [5/10].

PT. Selatan Jaya Permai (Sampoerna Agro) adalah perusahaan terbuka yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan pengolahannya. Masalah sosial seperti lahan harus clear and clean sebelum ditanam. Aspek lingkungan/amdal, hak asasi manusia, hak pekerja/karyawan, keselamatan kerja dan lain-lain merupakan komitmen mendasar perusahan dalam menjalankan operasional perusahaan.

Suryantopo menambahkan, perusahaan sependapat dengan Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten OKI yang menyampaikan bahwa klaim warga itu harus dibawa ke jalur hukum atau pengadilan. Pengadilan adalah tempat dan alamat yang tepat untuk itu. Bilamana ada pendapat dari siapapun yang akan dijadikan saksi ahli, silahkan dihadirkan saja ke pengadilan. Menurutnya, menuntut perusahaan untuk mengeluarkan dari HGU adalah bukan ranahnya, itu tanah negara. Sementara yang bersangkutan mendapatkan surat keterangan dari desa di atas lahan kawasan negara.

“Sertifikat adalah bukti tertinggi kepemilikan yang diterbitkan oleh negara melalui BPN. Bilamana sertifikat HGU yang dimiliki perusahaan tersebut diduga cacat hukum, ya silahkan saja digugat ke PTUN. Karena perusahaan telah melalui prosedur yang panjang untuk memohon diterbitkannya HGU. Kami sampaikan disini, kepada siapa saja yang mengklaim areal kebun PT Sampoerna Group, apalagi yang sudah diterbitkan HGU, sudah diganti rugi, sudah ditanam, sudah dipanen tetapi secara sepihak kemudian diklaim, diduduki, diportal ataupun melarang pekerja melakukan kegiatan di areal tersebut tentu akan berhadapan dengan hukum,” ujarnya.

Menurut Suryantopo, di pengadilan nanti semua akan dipertanyakan, jadi jangan membuat opini yang menyesatkan, apalagi melakukan kebohongan publik, seakan- akan perusahaan semena-mena dan memberlakukan tidak adil. Langkah persuasif dan mediasi sudah tidak ada hasilnya, akan lebih baik jika masalah tersebut dibawa ke pengadilan, supaya permasalahan ini selesai dengan baik.

Suryantopo berharap agar media-media online dan cetak yang memberitakan sesuatu hal hendaknya melakukan chek dan balancing terlebih dahulu, sehingga berita yang beredar di media lebih absah kebenarannya, atau setidaknya ada keseimbangan diantara yang bersengketa, tidak hanya informasi sepihak saja.

“Juga kepada pihak bersengketa dengan perusahaan, jangan membuat opini tanpa dasar dan fakta yang tidak benar. Selama ini kami sudah memberikan bukti dokumen kepada pemda ataupun kepolisian,” pungkas dia. [Iwan]

Bagaimana Menurut Anda