TUBABA-LAMPUNG, BERITAANDA – Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tulang Bawang Barat [Diskoperindag Tubaba] siap melakukan evaluasi Perda No 5 tahun 2012, Perda No 1 Tahun 2018 dan Perbup No 40 Tahun 2012 yang dinilai tidak sinkron.
Hal tersebut terlihat jelas dari pemaparan dalam Perda No 5 Tahun 2012 yang menyebutkan penarikan retribusi tersebut ditentukan dengan penarikan tahunan, sementara dalam Perda No 1 Tahun 2018 memaparkan penarikan tersebut ditetapkan dengan ketentuan penarikan retribusi dilakukan bulanan. Sedangkan di dalam Perbup No 40 Tahun 2012 dijelaskan penarikan ditetapkan dengan ketentuan bulanan. Bahkan anehnya, mekanisme penarikan retribusi pelayanan pasar tersebut melibatkan berbagai instansi sehingga memperkuat indikasi adanya tumpang tindih.
Dalam rumusan Perda No 5 Tahun 2012 tentang jasa usaha dengan jelas menyebutkan, penarikan retribusi jasa usaha dalam Pasal 3 Ayat 1 memaparkan tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis fasilitas dan jangka waktu pemakaian, dalam tabel rumusan tersebut juga menjelaskan jenis bangunan (los) indek= 1 x luas 12 x tarif 2.500 = Rp 30.000/tahun.
Sementara, dalam Perbup Nomor 40 Tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha yang menjadi turunanannya yang merupakan petunjuk teknis (juknis) dalam pelaksanaan penarikan tersebut terdapat perbedaan perhitungan yang cukup signifikan.
Dalam rumusan perbup tersebut pada pasal 20 ayat 1 dengan jelas menyebutkan, tarif retribusi di golongkan berdasarkan jenis fasilitas dan jangka waktu pemakaian, dalam tabel rumusan tersebut juga menjelaskan jenis bangunan (los) Indek= 1 x luas 12 x tarif 2.500 = Rp 30.000/bulan.
Sedangkan penarikan yang dilakukan oleh Diskoperindag Tubaba pada pedagang pasar dilakukan berdasarkan penarikan rutin harian dengan ketentuan Rp 1.500 sampai Rp 2.000/hari dengan jenis tarikan berupa salar pasar dan Rp 72.000/bulan dengan jenis penarikan sewa yang dinilai membebani pedagang.
Khairul Amri selalu Kepala Dinas Koperindag Tubaba didampingi Sekretaris Diskoperindag dan Kabid Perdagangan, Kamis (3/6) diruang kerjanya mengaku, penarikan yang dilakukan oleh pihaknya hanya dua jenis penarikan retribusi, yakni retribusi harian yang merupakan salar pasar dan penarikan bulanan yang merupakan sewa atas penggunaan fasilitas pasar. Berdasarkan Perda No 5 Tahun 2012 dan Perbup No 40 Tahun 2012.
Sedangkan penarikan retribusi bulanan yang dikenakan pada pedagang pasar juga merupakan pelayanan atas penggunaan fasilitas pasar berdasarkan Perda No 1 Tahun 2018. Ketika dimintai keterangan fasilitas pelayanan yang diberikan kepada pedagang terkait layanan atas penarikan retribusi tersebut, dirinya tidak bisa menjelaskan. Bahkan produk hukum yang ditunjukkan kepada awak media berupa perbup tanpa adanya nomor, bahkan rumusan nominal rincian penarikan.
“Terimakasih atas masukan-masukannya terkait temuan di pasar atas penarikan-penarikan perlu saya jelaskan yang menjadi tanggung jawab Koperindag yaitu salar pasar dan sewa grosir,” paparnya.
Khairul Amri juga menegaskan, penarikan atas pelayanan tersebut melibatkan pihak ketiga. Namun kejelasan dari kontrak kerjasama merupakan kesepakatan lisan.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa, kita MOU-nya dengan perorangan. Saling percaya saja MOU-nya, untuk sementara belum menggunakan lembaga usaha, CV ataupun PT yang berbadan hukum.
Selanjutnya dipaparkan dia, penarikan retribusi bulanan yang dikenakan kepada pedagang pasar merupakan sewa atas fasilitas yang disediakan oleh pemerintah.
Namun Ketika dimintai keterangan terkait jasa pelayanan yang diberikan Diskoperindag Tubaba atas ditetapkannya penarikan retribusi harian sebesar Rp 2.000 dan Rp 1.500/hari, Khairul Amri berkilah dengan beralasan pelayanan fasilitas.
“Ya itulah fasilitas yang ada disitu, kita ini kan narik Rp 1.500 dan Rp 2.000 itu namanya salar penarikan, itu juga berdasarkan perda,” kelitnya.
Ketika dimintai keterangan dasar hukum, dua penarikan retribusi pelayanan pada satu pedagang, Khairul Amri berkelit dengan beralasan perbup penarikan tersebut masih tersimpan oleh UPTD-nya, sehingga dirinya meminta waktu untuk duduk satu meja dengan Bagian Hukum Tubaba guna pembahasan masalah tersebut.
“Begini saja, dua tiga hari ini kita bahas dulu dengan bagian hukum, karena untuk sementara ini kita menjalankan apa yang tertulis disini (perda). Pelan-pelan kita pelajari dulu perdanya, perbupnya, setelah kita himpun data-data yang ada sama kita, lalu kami menghadap bagian hukum kalaupun perlu adanya perbaikan,” cetus dia.
Menurutnya, hal tersebut memang perlu dirapatkan terlebih dahulu dengan bagian hukum dan dinas terkait agar tidak terjadinya tumpang tindih penarikan.
“Dulu itu pernah terjadi debat khusus, menurut pengertian kami yang parkir di lingkungan pasar itu kewenangan pasar. Itu pernah diperdebatkan yang parkir di lingkungan pasar itu kewenangan perhubungan,” keluhnya.
Lebih lanjut Khairul Amri menegaskan, dibutuhkan evaluasi agar meringankan beban pedagang. Namun hal tersebut tidak lepas dari peran serta dari berbagai pihak.
“Artinya kalau bisa dievaluasi, dihilangkan salar itu, kalau tidak menyalahi peraturan supaya itu tidak membebani pedagang pasar. keluhan ini sudah kami terima, tetapi perlu kita bahas dengan yang berwenang, seandainya kalau memang harus direvisi ya Alhamdulillah disini kita merasa membantu pedagang dan beban kita tidak berat lagi,” katanya.
Diterangkan bahwa dalam penarikan retribusi tersebut melibatkan beberapa instansi terkait.
“Seharusnya untuk persampahan dan parkir di lingkungan pasar semestinya menjadi kewenangan Diskoperindag bukan Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan, makanya perlu adanya evaluasi supaya tidak membebani pedagang dan tidak adanya tumpang tindih. Kami hanya mengajukan perbup tersebut, selebihnya merupakan kewenangan bagian hukum yang melakukan pengkajian,” pungkas Khairul Amri. (Remi/M)































