Pemprov Lampung Perkuat Pengawasan Gabah untuk Jaga Stabilitas Harga Beras

260

BANDAR LAMPUNG, BERITAANDA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menggelar rapat koordinasi pengawasan gabah pada Senin (15/9/2025).

Rapat berlangsung di ruang kerja Asisten Perekonomian dan Pembangunan, yang dipimpin langsung oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Mulyadi Irsan. Hadir pula sejumlah pejabat organisasi perangkat daerah (OPD) terkait serta perwakilan Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Lampung.

Usai rapat, Mulyadi menegaskan bahwa pengawasan gabah menjadi langkah penting dalam menjaga stabilitas harga pangan sekaligus mengendalikan inflasi daerah. Menurutnya, Lampung sebagai salah satu lumbung pangan nasional memiliki target capaian gabah kering panen tahun ini sebesar 3,5 juta ton.

“Pemerintah daerah berkewajiban mengendalikan inflasi agar masyarakat dapat mengakses kebutuhan pokok, terutama beras, dengan harga terjangkau,” ujar Mulyadi.

Ia menambahkan, hilirisasi hasil pertanian harus dilakukan di daerah agar nilai tambah dapat dinikmati langsung oleh petani. Dengan begitu, kesejahteraan petani meningkat, lapangan kerja bertambah, dan pendapatan masyarakat desa ikut terdongkrak.

“Jika pengolahan dilakukan di Lampung, maka nilai tambah (added value) bisa diperoleh untuk mendukung kesejahteraan petani. Karena itu, hulu sampai hilir harus dijaga tetap di daerah,” kata Mulyadi.

Lebih jauh, Pemprov Lampung menegaskan komitmen agar gabah tidak keluar dari daerah dalam bentuk bahan mentah. Satpol PP, Dinas Perhubungan, dan Bulog diminta bersinergi melakukan pengawasan di lapangan.

“Beras ini menyangkut kepentingan masyarakat banyak. Maka kami minta pengolahan dilakukan di Lampung, bukan di luar provinsi,” ucapnya.

Mulyadi mengungkapkan, serapan Bulog Lampung terhadap gabah saat ini telah mencapai 111 persen atau sekitar 171 ribu ton. Meski demikian, gabah yang belum terserap tetap akan ditangani melalui kemitraan Bulog dengan pihak swasta dengan harga sesuai ketentuan pemerintah, yakni Rp6.500 per kilogram.

“Kita harapkan siapapun boleh membeli gabah, asal pengolahannya dilakukan di Lampung. Dengan begitu, harga beras bisa lebih ringan dibandingkan jika diproses di luar daerah,” tambahnya.

Sementara itu, perwakilan Perpadi Lampung, Haris Dianto, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan pemerintah yang melarang gabah keluar dari provinsi sebelum digiling.

“Kalau gabah sampai keluar provinsi, harga otomatis lebih tinggi. Di luar Lampung bisa mencapai Rp7.400 hingga Rp7.700 per kilogram. Kalau bahan baku sudah tinggi, harga beras untuk masyarakat juga ikut naik,” jelas Haris.

Menurutnya, meski petani terlihat diuntungkan dengan harga gabah tinggi, pada akhirnya mereka juga dirugikan ketika harga beras ikut melambung.

“Petani tidak serta-merta senang jika harga gabah tinggi. Kalau harga beras ikut naik, mereka juga kesulitan saat membeli. Karena itu harus ada keseimbangan,” tegasnya.

Haris menambahkan, keberadaan penggilingan padi lokal sangat penting untuk menjaga ketersediaan beras. Selain beras, produk turunan seperti dedak, katul, dan menir juga bisa dimanfaatkan masyarakat jika penggilingan dilakukan di Lampung.

“Kalau hasil gilingannya di Lampung, semua ikut bermanfaat. Tenaga kerja lokal terserap, produk sampingan bisa dipakai di sini. Sementara beras hasil gilingan boleh dipasarkan bebas, bahkan ke luar negeri,” tuturnya. (Katharina)

Bagaimana Menurut Anda