BANDAR LAMPUNG, BERITAANDA – Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan, membuka diskusi publik bertema ‘Pajak Menekan, Media Sulit Bertahan’ yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung di Ballroom Swiss-Belhotel, Bandar Lampung, Jumat (21/11/2025).
Kegiatan ini menjadi penutup rangkaian Pekan Pendidikan Wartawan yang berlangsung sejak 17–21 November 2025.
Dalam sambutannya, Marindo menyampaikan pesan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal yang menekankan pentingnya menjaga keberlangsungan media di tengah tekanan regulasi dan perubahan lanskap bisnis. Gubernur menilai isu perpajakan bagi perusahaan pers perlu dibahas secara terbuka agar solusi yang adil bagi semua pihak dapat ditemukan.
“Media adalah pilar penting demokrasi yang tidak boleh dibiarkan melemah. Tanpa media yang sehat, kuat, dan independen, masyarakat akan kehilangan ruang kontrol dan ruang dialog,” ujar Gubernur dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekda.
Gubernur juga menegaskan bahwa pemerintah memahami kondisi banyak media lokal yang kini menghadapi tekanan finansial akibat pergeseran model bisnis dan regulasi perpajakan yang dinilai belum adaptif. Karena itu, ia berharap forum tersebut dapat melahirkan rekomendasi konkret yang dapat ditindaklanjuti bersama pemerintah pusat maupun daerah.
Pemerintah Provinsi Lampung disebut terbuka untuk berdialog demi terciptanya ekosistem informasi yang sehat, profesional, dan berkelanjutan.
“Kami mendorong semua pemangku kepentingan mencari titik tengah agar kepentingan penerimaan negara dan keberlanjutan media dapat sama-sama terjaga,” tegasnya.
Diskusi publik ini terselenggara melalui kolaborasi PWI Lampung dengan berbagai organisasi perusahaan pers, yakni SPS, SMSI, AMSI, dan JMSI. Acara turut dihadiri Ketua Komisi I DPRD Lampung Garlicha Galicha Pallarvi, perwakilan Forkopimda, penyuluh senior Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu–Lampung, pimpinan organisasi media, serta para pemimpin redaksi dari berbagai platform.
Ketua PWI Lampung, Wirahadikusumah, dalam laporannya menjelaskan bahwa diskusi ini menjadi puncak kegiatan Pekan Pendidikan Wartawan 2025 yang mencakup uji integritas, diklat kewartawanan, hingga uji kompetensi wartawan (UKW). Dari 36 peserta UKW, sebanyak 33 dinyatakan kompeten oleh lembaga uji resmi.
Wira menyoroti beratnya beban pajak yang harus ditanggung perusahaan pers, terutama media lokal. Ia menyebut perusahaan media dikenai pajak hingga 15 persen, terdiri dari PPN 11 persen, PPh 2 persen, serta beban pajak lain dari pembayaran komisi iklan.
“Jika pendapatan Rp100 juta, perusahaan harus menyetor Rp15 juta ke negara. Di Lampung, angka itu setara gaji lima wartawan sesuai UMR,” ujarnya.
Ia menambahkan, kewajiban media untuk berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) di sejumlah wilayah turut memperberat operasional, terlebih dengan sanksi denda Rp500 ribu per bulan bila terlambat melapor.
“Mengapa pilar keempat demokrasi ditekan dengan kebijakan yang tidak proporsional?” tambahnya.
PWI Lampung juga menyoroti perbandingan regulasi pajak media dengan negara lain, seperti Singapura yang mengenakan PPN 8 persen dan Vietnam 6 persen, sementara India dan Amerika Serikat bahkan tidak mengenakan tax knowledge terhadap media.
“Indonesia justru yang paling tinggi di Asia Tenggara,” tegas Wira.
Menurutnya, kondisi tersebut telah menyebabkan banyak media mengalami penurunan pendapatan, bahkan sebagian tidak lagi mampu menggaji wartawannya. Ia menilai pemerintah harus hadir untuk menjaga keberlangsungan perusahaan pers dan kesejahteraan wartawan.
“Bagaimana SDM bisa meningkat jika kebutuhan dasarnya saja tidak terpenuhi?” ujarnya.
Wira memastikan hasil diskusi akan disusun menjadi rekomendasi resmi untuk Kementerian Keuangan, serta disampaikan kepada Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia untuk diperjuangkan di tingkat pusat. Organisasi perusahaan pers nasional seperti SMSI, AMSI, dan SPS disebut juga telah melakukan advokasi serupa.
Diskusi kemudian berlanjut dengan pemaparan para panelis dari unsur perpajakan, organisasi media, dan akademisi. Para peserta berharap pembahasan ini menjadi langkah penting menuju kebijakan afirmatif bagi industri pers yang saat ini menghadapi tantangan besar di era digital. (Katharina)





























