Ke DPR RI, Gubernur Mirza Perjuangkan Aspirasi Petani Singkong Lampung

14

BANDAR LAMPUNG, BERITAANDA  Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal memperjuangkan nasib petani dan pengusaha singkong dalam rapat dengar pendapat (RDP) dan rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang komoditas strategis. Kegiatan tersebut berlangsung di Ruang Rapat Baleg, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/6/2025).

Dalam RDPU yang dipimpin langsung oleh Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, Gubernur Mirza secara tegas menyuarakan aspirasi para petani dan pelaku usaha singkong di Lampung yang sangat bergantung pada komoditas ini sebagai sumber mata pencaharian utama.

Saya datang ke Baleg DPR RI bersama rekan-rekan untuk memperjuangkan nasib petani dan pengusaha singkong di Lampung,” ujar Gubernur Mirza.

Gubernur menekankan pentingnya dukungan legislatif agar pemerintah pusat menetapkan kebijakan yang berpihak pada petani dan pengusaha singkong, serta menjadikan singkong sebagai komoditas pangan strategis nasional.

Dalam pertemuan tersebut, petani dan pengusaha sepakat menyuarakan penolakan terhadap impor singkong dan produk turunannya.

Gubernur Mirza menjelaskan bahwa Provinsi Lampung menyumbang 51 persen dari total produksi singkong nasional, dengan volume mencapai 7,9 juta ton per tahun.

Singkong merupakan komoditas unggulan Lampung selain padi dan jagung. Dari total PDRB Lampung sebesar Rp483 triliun, sekitar Rp50 triliun disumbangkan dari sektor singkong dan turunannya,” tambahnya.

Sebagai bentuk keberpihakan terhadap petani, Pemerintah Provinsi Lampung telah menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 mengenai penetapan harga sementara ubi kayu. Dalam kebijakan ini, harga pembelian ditetapkan sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 30 persen, tanpa mempertimbangkan kadar pati.

Namun, kebijakan tersebut belum cukup untuk melindungi petani. Menurut Gubernur, harga yang ditetapkan hanya berlaku di Lampung dan belum diatur secara nasional, membuat posisi petani tetap rentan.

Petani senang, tapi pengusaha mengeluh karena harga ini dianggap tidak kompetitif. Beberapa pabrik bahkan terpaksa tutup, sehingga saat panen raya, petani kesulitan menjual hasil panennya dan harga kembali anjlok,” jelasnya.

Mirza juga mengungkapkan alasan dibalik melemahnya daya saing industri singkong lokal, yaitu karena tepung tapioka impor lebih murah dan bebas bea masuk.

Kalau pusat tidak mengintervensi, petani siap mengganti komoditas. Kita masih punya padi, jagung, dan tebu. Tapi jika ini terjadi, maka singkong akan bergantung sepenuhnya pada impor,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia (PPTTI) Provinsi Lampung, Welly Soegiono, bersama Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, juga mendesak pemerintah segera menghentikan impor singkong.

Kesimpulan terbaik adalah stop impor,” tegas Welly.

Ia menjelaskan bahwa saat ini petani berada dalam kondisi yang memprihatinkan akibat harga jual yang rendah serta praktik perantara yang merugikan. Banyak petani tidak lagi menjual langsung ke pabrik, tetapi melalui pelapak atau tengkulak, sehingga harga yang diterima sangat jauh dibawah ketentuan pemerintah.

Pak Gubernur telah menetapkan harga Rp945 per kilogram, tapi di lapangan petani hanya menerima Rp400 sampai Rp500 per kilogram,” ungkap Welly.

Ia juga menyoroti praktik manipulatif dari sebagian pelapak, yang merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mendapatkan bahan baku dengan harga lebih murah.

Ada pelapak yang benar-benar independen, tapi ada juga yang dibentuk perusahaan untuk menyiasati harga pasar,” jelasnya.

PPTTI bersama Gubernur dan para bupati kini tengah menyusun langkah-langkah untuk menata ulang sistem distribusi dan tata niaga singkong agar lebih berpihak pada petani.

Sementara itu, anggota Baleg DPR RI, Firman Soebagyo, menyampaikan bahwa DPR saat ini tengah membahas dua RUU yang relevan, salah satunya adalah RUU tentang pangan. Dalam RUU ini, singkong direncanakan akan dimasukkan sebagai bahan baku pangan strategis.

Dengan dimasukkannya singkong dalam RUU pangan, komoditas ini akan mendapat perlindungan melalui regulasi nasional,” kata Firman.

Ia juga menyoroti pentingnya peran Perum Bulog sebagai buffer stock dan penyangga harga, sebagaimana diatur dalam pasal transformasi Bulog dalam RUU tersebut.

Bulog nantinya akan membeli singkong untuk menjaga kestabilan harga,” tegasnya. (Katharina)

Bagaimana Menurut Anda