
TAPANULI SELATAN, BERITAANDA – Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel), Gus Irawan Pasaribu, menanggapi tegas klarifikasi Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Laksmi Wijayanti, terkait polemik pernyataannya mengenai PHAT SIPUHH. Menurutnya, pernyataan Dirjen PHL justru menunjukkan adanya permainan istilah yang membingungkan publik.
Gus Irawan menyebut terdapat dua poin utama yang dibantah Dirjen PHL dari pernyataannya sebelumnya. Pertama, Laksmi menyatakan bahwa PHAT (Pemegang Hak Atas Tanah) SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan) bukan merupakan perizinan, melainkan hanya fasilitas penatausahaan pemanfaatan kayu tumbuh alami di wilayah APL.
“Saya tidak mengerti apakah maksudnya mengelabui. SIPUHH itu sistem berbasis web yang dikelola Kemenhut. Begitu permohonan mereka di-approve, muncul nama pemegang hak, lokasi, luas, hingga koordinatnya. Setelah itu orang boleh menebang. Memang tidak disebut ‘izin’, sama seperti nonton bioskop pakai karcis, bukan surat izin. Ini bermain kata-kata,” ujar Gus Irawan di Batang Toru, Jumat (5/12/2025) malam.
Ia menegaskan bahwa ketika seseorang diberi akses SIPUHH, maka saat itu pula ia dibolehkan menebang kayu. “Soal judul saja ini. Faktanya, persetujuan itu menjadi dasar aktivitas penebangan,” tambahnya.
Poin kedua yang ia soroti ialah pernyataan Dirjen bahwa pengawasan dan pemanfaatan kayu tumbuh alami pada PHAT yang berada di APL merupakan kewenangan pemerintah daerah.
“Berarti Dirjen mau bilang itu bukan urusan kehutanan. Lalu untuk apa mereka buat aturan dan aplikasi SIPUHH?. Itu jelas untuk memberi izin mengambil kayu di lokasi yang mereka tentukan. Kontradiktif,” kata Gus Irawan.
Terkait pernyataan Dirjen bahwa sejak Juli 2025 tidak ada izin yang diterbitkan, Gus menjelaskan bahwa dirinya justru telah mengirim surat pada Agustus untuk meminta agar izin baru tidak diberikan karena masih ada proses permohonan yang berjalan.
“Jadi benar juga kalau dibilang sejak Juli tidak ada menerbitkan izin. Tapi saya sudah kirim surat meminta jangan diterbitkan,” katanya.
Ia juga mempertanyakan klaim Dirjen bahwa sejak moratorium diberlakukan pada Juli 2025 tidak ada akses SIPUHH yang diberikan.
“Moratorium itu malah sudah dicabut Oktober 2025. Pertanyaannya, berapa banyak SIPUHH yang diterbitkan sebelum itu?. Tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya berapa banyak kayu ditebang?. Semua SIPUHH itu berada di ekosistem Batang Toru yang seharusnya dijaga,” tegasnya.
Gus Irawan kembali menekankan bahwa persetujuan SIPUHH pada hakikatnya merupakan bentuk perizinan. Ia bahkan mengungkap adanya temuan bahwa kayu ditebang di luar koordinat yang tercantum dalam persetujuan.
“Itu sudah saya laporkan dalam surat 14 November 2025. Seharusnya mereka turun ke lapangan memastikan laporan tersebut,” ujarnya.
Ia menyesalkan tidak adanya pemberitahuan dari Kemenhut ketika PHAT sudah terbit dan masuk SIPUHH. “Ada atau tidak, tidak pernah diberi tahu ke kami,” ucapnya.
Gus mengungkapkan bahwa dirinya telah mengirim tiga surat kepada Kemenhut, dua di antaranya terkait keberatan atas aktivitas penebangan pada PHAT. Namun, tidak satu pun mendapat balasan.
“Agustus saya surati soal keberatan aktivitas penebangan. Tapi September malah Kadis Lingkungan Hidup kami diundang untuk diminta mendukung rekomendasi 3 PHAT. Ini kontradiktif,” tegasnya.
Ia juga menyinggung kasus empat truk kayu yang ditangkap pada Oktober, yang berasal dari PHAT di APL.
“Kok dibilang mereka tidak punya kewenangan? Kontradiktif lagi. Kalau benar APL kewenangan daerah, kenapa mereka atur?. Kenapa dilayani SIPUHH-nya?. Dan kami tidak dilibatkan dalam proses maupun pengawasannya,” tuturnya.
Gus Irawan meminta Dirjen PHL konsisten bila berpegang bahwa kewenangannya hanya di kawasan hutan.
“Kalau begitu, jangan urusi APL, termasuk PHAT yang bukan dalam hutan. Faktanya, izin PBPH PT TPL revisi 2021 malah memasukkan APL seluas 4.577 hektare. Itu sumber konflik. Sudah saya surati akhir Agustus 2025 untuk revisi, tapi tidak direspons,” katanya.
Bupati Tapsel itu juga mendesak Kemenhut agar turun ke daerah usai memberi izin.
“Datang ke daerah dan cek apakah kayu yang diambil sesuai koordinatnya. Temuan kami, mereka ambil kayu di luar izin,” tegasnya.
Kadis Lingkungan Hidup Tapsel, Ongku Sormin, membenarkan bahwa setelah surat keberatan dikirim pada Agustus, pihaknya malah diundang Kemenhut pada 25 September 2025 untuk membahas rekomendasi tiga PHAT.
“Mereka meminta kami merekomendasikan permohonan tiga PHAT. Bahkan diminta menandatangani daftar hadir rapat yang intinya mendukung perpanjangan PHAT. Saya menolak, karena bertentangan dengan surat bupati,” jelas Ongku. [Anwar]






























