
KAYUAGUNG-OKI, BERITAANDA – Tragedi yang dialami Ketua Masjid Nurul Iman Kelurahan Tanjung Rancing Kecamatan Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Muhamad Arif (59), masih hangat diperbincangkan.
Arif meninggal dunia akibat dibacok seorang yang ia kenal, ketika dirinya menunaikan sholat Maghrib berjamaah di Masjid Nurul Iman, Jumat (11/9/2020) lalu. Kendati saat kejadian Arif langsung dibawa ke rumah sakit, namun sayang nyawanya tak tertolong setelah dua hari mendapatkan perawatan dari tim medis. Sementara pelaku sendiri kini sudah diamankan di Polres OKI dan dijerat pasal berlapis.
Atas kejadian ini, dua putri mendiang Arif, yakni Limifroha sebagai anak pertama dan Ummul Azizah sebagai anak ketiga, masih berat melepas kepergian ayahnya untuk selama-lamanya. Pasalnya, semasa hidup, Arif dikenal sebagai sosok ayah yang memiliki akhlak dan perangai yang baik di masyarakat. Bagi kedua anaknya, mendiang Arif merupakan sosok ayah yang sangat luar biasa.
“Ayah saya adalah tipe orang yang sangat jujur, bisa menjaga amanah dengan baik, tegas dan selalu mengayomi masyarakat. Ayah saya bisa dianggap sebagai tokoh masyarakat, sosok yang bisa menjadi panutan bagi masyarakat,” ujar si sulung Limifroha, saat ditemui setelah yasinan malam kedua di kediamannya, Selasa (15/9/2020) malam.
Diketahui, sebelumnya pekerjaan almarhum Muhamad Arif adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sempat beberapa kali menjabat sebagai kepala sekolah. Ketika pensiun, almarhum semakin meningkatkan kegiatan ibadahnya dengan mengabdi di masjid dan masyarakat.
“Sejak tahun 2019 ayah telah pensiun, jadi setelah pensiun beliau memang banyak menghabiskan waktu untuk beribadah di masjid dan kegiatan sosial lainnya kepada masyarakat di sekitar Perumnas Tanjung Rancing,” kata Limifroha.
Setelah kepergian almarhum, selain keluarga, masyarakat sekitar juga merasa kehilangan orang yang dituakan dan menjadi panutan mereka. “Untuk masyarakat Tanjung Rancing sendiri, mereka merasa kehilangan sosok orang yang bisa memberikan edukasi agama di pengajian maupun kala bertindak sebagai imam,” kata Limifroha.
Mengenai ancaman penjatuhan hukuman seumur hidup bagi pelaku penganiayaan hingga nyawa ayahnya melayang, Limif mengatakan jika hukuman tersebut masih belum setimpal dengan perbuatan pelaku. “Menurut saya hukuman seumur hidup itu tidak pas, karena konteksnya adalah pelaku merenggut nyawa seseorang dengan paksa. Seharusnya dihukum mati,” tandas Limif
Disisi lain, ada cerita bak firasat dari Ummul Azizah sebagai anak ketiga almarhum. Ia mengaku sebelum peristiwa itu terjadi, ia pernah bermimpi ayahnya ditangkap oleh orang jahat.
“Jadi saya itu pernah mimpi dikejar sosok orang jahat, tapi selama tiga kali dalam mimpi saya bisa bebas. Terakhir saya mimpi, justru ayah yang berhasil ditangkap sosok orang jahat itu,” kenang Azizah mengingat mimpi buruknya.
Selain mimpi, Azizah juga mendapat firasat tidak enak mengenai kondisi ayahnya, karena sempat memberi pesan kepadanya terkait apabila ayahnya sudah tidak ada di dunia. “Terus ada firasat juga, setiap mengunjungi saya di Palembang, ayah sering berpesan, kalau nanti anak bapak sudah sukses, sudah jadi dokter, bapak sudah tidak ada lagi di dunia,” kata Azizah.
“Yang pastinya sepi, sedih yang mendalam dan hambar. Biasanya ayah selalu mengajak sekeluarga sholat berjamaah, makan malam bersama,” sebut Azizah.
Selain itu, dengan mata sedikit berkaca-kaca, Azizah mengungkapkan jika ia sekeluarga sangat menyesalkan perbuatan pelaku. Karena terkhusus bagi dirinya yang masih mengejar cita-cita namun telah kehilangan sosok ayah. “Kami sangat menyesalkan perbuatan pelaku ini, disini kami masih sangat membutuhkan peran ayah selama kami masih mengejar cita-cita kami,” ujar Azizah, anak ketiga dari empat bersaudara tersebut.
Ia meminta kepada pihak yang berwenang untuk menegakkan hukum seadil-adilnya, karena perbuatan pelaku melanggar ketentuan undang-undang termasuk HAM untuk hidup dan beribadah dengan khusyuk.
“Kami sangat mengharapkan pihak keadilan maupun penegak hukum, untuk pelaku dihukum seadil-adilnya dan dihukum seberat-beratnya. Perbuatan pelaku ini sangat-sangat kejam dan keji. Pembunuhan dilakukan di tempat ibadah, padahal Ayah saya hanya ingin beribadah secara khusyuk kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” tutupnya. (Iwan)






























