NASIONAL, BERITAANDA – Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mencuri kesempatan di tengah pandemi virus corona (Covid-19) untuk membebaskan napi koruptor.
Feri mengatakan jumlah narapidana korupsi tidak banyak. Sehingga tidak tepat jika membebaskan para koruptor dengan alasan lembaga pemasyarakatan (lapas) kelebihan kapasitas.
“Agak aneh ya, seperti mencuri kesempatan di tengah bencana ya. Misalnya alasan overcapacity, lalu perlu napi koruptor dibebaskan cepat. Pernyataan itu tidak tepat,” kata Feri dikutip dari laman CNNIndonesia.com, Jumat (3/4/2020).
Feri berpendapat seharusnya para koruptor tidak mendapat keringanan di tengah corona. Kebijakan ini, kata dia, hanya memperlihatkan keberpihakan pemerintah dalam urusan pemberantasan korupsi.
Seharusnya, kata Feri, napi korupsi cukup mendapat perhatian khusus di dalam lapas. Misalnya, tidak boleh mendapat kunjungan selama pandemi. “Kan harusnya lapas memberikan aturan jelas dan tegas untuk tidak mengunjungi sementara napi di lapas agar mereka tidak terkena virus corona. Sambil dipenuhi hak asasi mereka,” ucap dia.
Menurut Feri, hanya dua jenis narapidana yang layak mendapat pembebasan di tengah corona, yakni napi narkotika dan napi tindak pidana ringan. Jumlah kedua jenis napi ini disebut yang paling banyak menyesaki lapas.
Feri berkata banyaknya napi narkotika di lapas karena sistem hukum Indonesia sering memenjarakan pecandu, bukan merehabilitasintya. Sistem hukum Indonesia juga sering memenjarakan pencuri kecil-kecilan dengan hukuman bertahun-tahun.
“Sebenarnya alasan-alasan yang dikemukakan Pak Menteri tidak masuk akal dan tidak sesuai apa yang terjadi di lapas. Ini lebih mirip sebagai upaya untuk memberi privilege kepada terpidana korupsi yang semestinya tidak boleh terjadi,” ujarnya.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly memutuskan untuk melepas sekitar 30 ribu orang narapidana guna mencegah penularan virus corona (Covid-19) di lapas. Beberapa di antaranya adalah napi korupsi kasus besar, seperti Setya Novanto, Fredrich Yunadi, dan Suryadharma Ali. (*)
Sumber: cnnindonesia.com































