Tim Advokasi Panca-Ardani: Yang Zolim Itu IPA Sendiri, Keputusan KPU Sudah Tepat

545
Tim advokasi pasangan Panca-Ardani saat gelar jumpa pers, Jumat (16/12/2020).

INDRALAYA-OI, BERITAANDA – Didiskualifikasinya pasangan calon Bupati Ogan Ilir (OI) nomor urut 2, Ilyas-Endang, oleh KPUD OI beberapa hari yang lalu dinilai sudah tepat oleh tim advokasi Panca-Ardani.

Hal ini disampaikan pihak tim advokasi Panca-Ardani saat menggelar jumpa pers yang berlokasi di media centre pasangan tersebut, Jumat (16/10/2020) siang.

“Menurut hemat kami, keputusan KPUD OI membatalkan paslon nomor 2 sudah tepat, karena hal itu untuk menciptakan pilkada di OI yang demokratis. Sebab, pasangan tersebut telah mencederai suasana demokratis di Bumi Caram Seguguk,” ucap Dhabi Gumayra selaku ketua tim advokasi Panca-Ardani.

Kemudian, lanjutnya, dinilai penting menjelaskan kepada awak media apa yang sebenarnya terjadi, karena selama ini terkesan yang muncul di berita adalah hasil rekomendasi Bawaslu. Padahal yang terjadi lebih dari itu, yang mana ada hal yang tidak bisa disebarluaskan atau bukan kewenangan  Bawaslu untuk menjelaskan perihal pembatalan tersebut.

“Ada beberapa hal yang akan kami uraikan. Yang pertama petahana menggunakan dana tanggap darurat Covid-19 dari pemerintah untuk mensosialisasikan dirinya. Tidak salah dalam pembagian tersebut, namun permasalahannya di logistik yang dibagikan tertempel stiker yang menurut kami ini ada muatan politik kepentingan dalam pilkada nanti,” terang dia.

Tambahnya lagi, hal ini sudah secara sistematis dan masif dilakukan petahana, termasuk penggiringan oleh Camat Lubuk Keliat kepada penerima beras bantuan bergambar Ilyas Panji Alam (IPA) itu, yang juga videonya sudah menyebar, saat mengatakan kalimat dua periode.

“Yang kedua, melakukan kegiatan kedinasan untuk melantik pengurus Karang Taruna. Kami temukan jadwal di 16 kecamatan. Dalam masing-masing kecamatan, IPA mensosialisasikan dirinya dan mengajak serta calon wakilnya, padahal waktu itu dirinya sebagai bupati, buktinya dia menggunakan mobil dinas berplat BG 1 T. Kemudian kegiatan tersebut terselenggara dengan memakai dana daerah, jelas sekali acara itu ditunggangi untuk mensosialisasikan dirinya, dan kami ada bukti video,” imbuh dia.

Sambungnya lagi, hal ini tentunya melanggar Pasal 71 UU RI No. 10 Tahun 2016, yang mana menyebutkan gubernur, bupati, serta walikota dilarang menggunakan kewenangan menguntungkan atau merugikan salah satu paslon, baik di daerah sendiri ataupun daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum  pendaftaran paslon sampai penetapan.

“Program tersebut terjadi mulai Juli, Agustus sebelum penetapan. Artinya sudah masuk dalam waktu 6 bulan itu. Lalu di Ayat 5 dijelaskan gubernur, bupati, serta walikota selaku petahana, artinya jika itu dilalukan petahana maka dikenai sanksi pembatalan calon. Disini diketahui IPA maju menjadi calon bupati,” ucapnya lagi.

Jadi, dikatakan Dhabi lagi, KPU dalam hal ini melakukan itu sudah benar, guna menegakkan hukum pemilu yang jurdil. Jangan dibalik sebagai upaya menzolimi. Malah yang menzolimi itu IPA sendiri, yang menggunakan dana pemkab untuk kepentingannya.

“Itu yang benar-benar zolim dan menzolimi nilai demokrasi di Ogan Ilir. Lalu ada juga pelanggaran di Pasal 49 PKPU RI No. 1 Tahun 2020 yang isinya petahana dinyatakan tidak memenuhi syarat jika melakukan pergantian jabatan di lingkungan pemkab menggunakan kewenangan dan kegiatan program yang menguntungkan dirinya,” beber dia.

Dan bukti-bukti itu, lanjut dia lagi, sudah disalurkan lewat Bawaslu. Kemudian dilanjutkan oleh KPU sebagai putusan diskualifikasi tersebut.

Adapun soal ada pengamat hukum yang mengatakan laporan itu sudah kadaluarsa, jelasnya, ketika itu terjadi di bulan Juli, masing-masing pihak bukan sebagai pasangan calon. Dia menjadi paslon sejak 23 September 2020.

“Itu kenapa dilaporkan, karena diketahui sejak tanggal 24 kesini itu tidak kadaluarsa, dan jika dilaporkan dari Juli-Agustus malah tidak ada gunanya, karena pasal itu khusus untuk petahana bukan bupati yang berkuasa. Namun jika petahana tidak mencalonkan diri tidak jadi masalah, dan yang terjadi IPA mencalonkan diri, otomatis pasal itu berlaku. Jadi pakar hukum tersebut kurang jeli saja membaca pasalnya,” pungkas dia. (Adie)

Bagaimana Menurut Anda