PALEMBANG, BERITAANDA – Kasus dugaan perundungan terhadap AZ, siswa kelas V SDN 133 Palembang, viral di media sosial setelah ibunya, Juwita, mengunggah kronologi yang menyebut anaknya mengalami bully verbal hingga trauma dan enggan sekolah.
Menanggapi viralnya kasus tersebut, pihak sekolah dan para guru menjelaskan kronologi lengkap serta hasil mediasi yang sebelumnya telah dilakukan bersama orangtua murid.
Hilwa, wali murid sekaligus wali kelas AZ menjelaskan, bahwa korban merupakan siswa pindahan yang masuk pada pertengahan semester ganjil tahun lalu.
Menurutnya, tidak benar bila AZ disebut dibully selama satu tahun atau sejak kelas IV. Perselisihan awal justru terjadi pada semester II tahun lalu ketika AZ menarik kertas ujian milik HB hingga robek. Atas kejadian itu, HB mengucapkan ejekan ‘kanker botak’ secara spontan karena kesal, dan beberapa siswa kelas VI kemudian menirukan ucapan tersebut.
“Itu hanya candaan spontan anak-anak tanpa motif perundungan,” ujar Hilwa, Senin (17/11/2025).
Sejak kejadian itu tidak ada laporan lanjutan dari AZ, sehingga guru mengira masalah telah selesai.
Pada Jumat (7/11/2025), Juwita datang ke sekolah menemui kepala sekolah dan menyampaikan bahwa AZ kembali dibully secara verbal oleh kakak kelasnya.
Menyikapi laporan tersebut, guru memanggil HB dan AP, dua siswa yang disebut sebagai pelaku. Penelusuran sekolah menemukan bahwa terdapat tujuh siswa kelas VI yang ikut mengejek AZ.
Sekolah kemudian menggelar mediasi pada Sabtu (8/11/2025). Para siswa yang mengakui telah mengejek AZ diminta membuat surat pernyataan tidak mengulangi perbuatan mereka.
Namun, Juwita hanya memaafkan HB. Orangtua HB bahkan sempat memberikan sejumlah uang sebagai bentuk permohonan maaf. Sementara orangtua AP yang sudah membuat surat pernyataan serupa tetap tidak dimaafkan.
“Mediasi kala itu hanya HB yang dimaafkan oleh Juwita,” ujar Ana, wali murid kelas VI.
Menurutnya, saat mediasi sekolah sudah meminta Juwita menyampaikan permintaan khusus sebagai solusi, namun jawabannya hanya mengikuti keinginan AZ. Sementara AZ menyebut ia hanya ingin tidak dibully lagi.
Pihak sekolah mengaku terkejut kasus ini viral karena mengira persoalan selesai setelah mediasi. Bahkan pada Senin (10/11/2025), AZ hadir ke sekolah dan menjadi petugas upacara pembacaan teks Pancasila atas inisiatif sendiri.
“Tidak terlihat tanda-tanda trauma. AZ ceria dan lantang saat bertugas,” kata Ana.
Sekolah menyampaikan telah menawarkan pendampingan psikolog untuk AZ, namun tawaran itu tidak mendapat tanggapan dari Juwita.
Kasus menjadi semakin ramai setelah Juwita membagikan kronologi versinya di media sosial, menuntut agar siswa yang membully diberi hukuman tegas.
“Dinas Sosial bahkan turun memeriksa kondisi AZ di rumah. Namun hingga kini Dinas Sosial belum datang ke sekolah untuk klarifikasi lanjutan,” tambah Ana.
Guru Menjenguk ke Rumah, AZ Menulis Kronologi Versi Sendiri
AZ tidak masuk sekolah pada Selasa (12/11/2025). Sejumlah guru kemudian menjenguk ke rumahnya. Saat itu AZ disebut sedang panas, namun suhunya masih normal.
Pihak sekolah meminta AZ menulis sendiri kronologi kejadian agar mendapatkan gambaran utuh. Guru kembali menawarkan pendampingan psikolog, tetapi tidak direspons oleh Juwita.
Ita, orangtua AP, mengakui anaknya sempat mengucapkan ‘kanker botak’, namun itu hanya sebatas candaan. Ia mengaku sudah menegur AP dan meminta anaknya membuat surat pernyataan. Namun, surat pernyataan itu ditolak oleh Juwita.
Ita kemudian mendatangi rumah AZ untuk bersilaturahmi, membawa roti, biskuit, dan susu. Menurutnya, saat itu AZ terlihat ceria dan bermain bersama AP.
“Bahkan kami memberikan uang Rp400 ribu, diterima dengan baik. Tidak menyangka beberapa hari kemudian kasus ini viral,” ujar Ita. (Febri)































