Dana Pembangunan Tapsel Tahun 2025 Minim, Hanya Rp 89 Miliar dari Rp 1,53 Triliun

121

TAPANULI SELATAN, BERITAANDA – Perhimpunan Purnabakti Aparatur Sipil Negara (PPASN) Tapanuli Selatan merasa prihatin melihat minimnya alokasi belanja modal atau anggaran pembangunan untuk masyarakat di tahun 2025. Hanya sebesar 5,8 persen atau Rp 89 miliar dari total anggaran belanja daerah yang mencapai Rp 1,53 triliun.

“Saat kami masih aktif dan Pemkab Tapsel dipimpin oleh Bupati Syahrul M. Pasaribu pada periode keduanya, rata-rata anggaran pembangunan untuk masyarakat mencapai Rp 320 miliar atau 24,63 persen per tahun,” ujar Ketua PPASN Tapsel, Marasaud.

Bahkan, lanjutnya, pada tahun 2019 alokasi anggaran belanja modal mencapai Rp 420 miliar atau 28,16 persen dari total belanja daerah sebesar Rp 1,4 triliun. “Dibandingkan dengan belanja modal tahun 2025 yang hanya Rp 89 miliar, sangat miris melihat kondisi ini,” ungkap Marasaud.

Ungkapan keprihatinan tersebut disampaikannya dalam acara halal bihalal PPASN Tapsel yang digelar di Natama Hotel Padangsidimpuan, Sabtu (19/4/2025). Acara ini turut dihadiri oleh para pensiunan PNS, mantan pejabat, serta Ketua Dewan Pembina, Syahrul M. Pasaribu.

Menurut Marasaud, wajar jika ruang fiskal Pemkab Tapsel tahun 2025 menjadi sangat sempit dan anggaran pembangunan amat terbatas. Dari total belanja daerah sebesar Rp 1,53 triliun, hampir 50 persen atau sekitar Rp 739 miliar tersedot untuk belanja pegawai.

Selanjutnya, Rp 409 miliar atau 26,66 persen dari belanja daerah tahun 2025 juga digunakan untuk belanja barang dan jasa, termasuk kegiatan seremonial dan biaya perjalanan dinas.

Dengan kata lain, gabungan belanja pegawai dan belanja barang dan jasa mencapai Rp 1,14 triliun dari total Rp 1,53 triliun belanja daerah. Sisa anggaran sebesar Rp 394 miliar sebagian besar dialokasikan untuk dana desa dan alokasi dana desa (ADD).

Hanya tersisa Rp 89 miliar yang dapat digunakan sebagai belanja modal atau anggaran pembangunan untuk masyarakat. Bahkan, untuk pembangunan bidang pekerjaan umum (PU) atau infrastruktur, hanya sekitar Rp 9 miliar yang dianggarkan dari total Rp 89 miliar tersebut.

Jika ditelusuri selama 12 tahun terakhir, tahun 2025 mencatatkan alokasi belanja modal atau anggaran pembangunan terendah dalam APBD. Ironisnya, ini terjadi pada tahun pertama kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Tapsel yang baru.

“Pak Gus Irawan menerima warisan APBD dari masa kepemimpinan Bupati Dolly Pasaribu. Ruang fiskalnya cukup sempit, dan belanja modal hanya 5,8 persen dari total belanja daerah,” jelas Marasaud yang merupakan mantan Asisten III dan mantan Kepala Dinas Pendidikan.

Hal senada disampaikan oleh Bendahara PPASN Tapsel, Aswin Rangkuti. Menurut mantan Kabid Pendapatan pada Badan Keuangan, Pendapatan, dan Aset ini, ruang fiskal daerah tahun 2025 memang sangat terbatas dan struktur APBD dinilai tidak ideal.

Selama lima tahun kepemimpinan Bupati Tapsel Syahrul Pasaribu, rata-rata belanja daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Dari jumlah itu, rata-rata belanja modal atau anggaran pembangunan mencapai Rp320 miliar atau 24,63 persen. Sementara belanja barang dan jasa, termasuk gaji tenaga harian lepas (THL) rata-rata Rp 248 miliar atau 19,50 persen.

Adapun selama empat tahun masa kepemimpinan Bupati Tapsel Dolly Pasaribu, rata-rata belanja daerah mencapai Rp 1,5 triliun. Belanja modal atau anggaran pembangunan rata-rata Rp 287 miliar atau 18,07 persen. Namun, belanja barang dan jasa meningkat tajam menjadi rata-rata Rp 428 miliar atau 26,95 persen per tahun.

Mirisnya, pada tahun pertama kepemimpinan Bupati Gus Irawan Pasaribu, total belanja daerah sebesar Rp 1,53 triliun. Namun, belanja modal hanya Rp89 miliar atau 5,80 persen, sementara belanja barang dan jasa mencapai Rp 409 miliar atau 26,66 persen.

Membengkaknya belanja pegawai tahun 2025 disebabkan oleh banyaknya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diterima, khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan. Pengangkatan ini terjadi pada masa kepemimpinan Bupati Dolly Pasaribu.

Khusus untuk tenaga kesehatan, sebagian besar yang direkrut adalah bidan dan perawat, padahal kebutuhan utama saat ini adalah dokter dan terutama dokter spesialis. Hal serupa terjadi di sektor pendidikan, dimana tenaga kependidikan yang diterima memiliki kompetensi yang dinilai pas-pasan.

Dampaknya baru terasa pada tahun 2025, yakni tahun pertama kepemimpinan Bupati Gus Irawan. Sekitar Rp 200 miliar anggaran yang seharusnya dapat digunakan untuk pembangunan masyarakat akhirnya dialihkan untuk menambah gaji pegawai akibat bertambahnya ribuan PPPK.

Untuk mengatasi keterbatasan ruang fiskal ini, PPASN meminta Bupati Gus Irawan agar berjuang keras meningkatkan pendapatan daerah. PPASN pun menyatakan kesiapannya untuk membantu.

PPASN juga menyarankan agar dilakukan rasionalisasi anggaran belanja barang dan jasa dengan mengedepankan efisiensi pada program-program yang tidak mendesak, termasuk pengurangan belanja hibah. Mereka juga meminta Bupati Gus Irawan untuk mengupayakan masuknya program-program dari pemerintah pusat dan provinsi ke Tapsel.

Hasil dari efisiensi tersebut diharapkan bisa digunakan untuk menambah belanja modal atau anggaran pembangunan masyarakat. Selain itu, PPPK di bidang kesehatan dan pendidikan, serta PNS yang baru diterima, perlu didistribusikan secara proporsional ke desa-desa dan sekolah-sekolah.

“Jangan sampai terjadi penumpukan ASN disatu kecamatan sementara kecamatan lain kekurangan. Distribusi ini juga perlu diterapkan untuk guru SD dan SMP, agar pelayanan pemerintah kepada masyarakat bisa meningkat,” pungkas Marasaud dan Aswin Rangkuti. [Anwar]

Bagaimana Menurut Anda