Bravo 5 Lampung: Sudah Saatnya BUMN Pangan Dibentuk

638

BANDAR LAMPUNG, BERITAANDA – Sudah puluhan tahun carut marut pengelolaan pangan nasional belum juga terselesaikan, mulai dari harga yang tidak terkendali hingga ke masalah produksi dan distribusinya. Hal tersebut setidaknya ada campur tangan mafia pangan yang mengatur tata kelola pangan nasional yang sudah menggurita dan berakar.

Saat harga pangan tinggi atau langka, maka masyarakat menjerit. Dan apabila harga pangan anjlok maka petani/nelayan dan pedagang yang gantian menjerit.

Terkait hal tersebut, Ketua Bravo 5 Lampung Andi Desfiandi angkat bicara dan urun saran, Selasa (22/1/2019).

Ada banyak hal yang harus sesegera pemerintah lakukan seperti misalnya, menerbitkan UU khusus atau Kepres mengenai stabilitas dan pengendalian harga pangan sekaligus pengelolaan pangan nasional mulai dari hulu hingga hilir secara komprehensif.

“Dimana pemerintah diberikan kewenangan khusus dalam pengendalian harga pangan dan kebutuhan pokok lainnya termasuk produksi, harga serta distribusinya serta tata kelola lainnya,” kata Andi Desfiandi.

Pengamat ekonomi dan pendidikan Lampung ini menambahkan, selain hal di atas perlu juga adanya perluasan kewenangan dan tanggung jawab Bulog dalam pengelolaan pangan nasional atau bertransformasi menjadi BUMN pangan.

“Pemberdayaan dan optimalisasi BUMN khusus pangan atau membentuk BUMN baru dengan memerger BUMN yang ada dengan tugas khusus penanganan produksi pangan dan kebutuhan pokok lainnya. Yang kemudian bekerjasama dengan BUMD, Bumdes/Bumades dan kelompok tani, peternak, nelayan/KUD dalam pembagian tugas dan wewenang dalam pengelolaan pangan nasional tersebut,” jelas Andi Desfiandi.

“Untuk distribusi hasil produksi dan impor (bila diperlukan) ditangani oleh Bulog (BUMN pangan) yang memang sudah memiliki gudang dan jaringan di daerah-daerah, termasuk membeli hasil produksi dari kelompok tani/peternak/nelayan dengan harga yang sudah ditentukan, itu salah satu solusi,” terangnya.

“Diharapkan dengan pengelolaan satu pintu itu akan lebih mudah dalam pengelolaan pangan nasional.  Data pangan nasional, kontinuitas produksi, distribusi dan harga juga dapat dikontrol oleh negara sehingga konsumen maupun petani serta pedagang mendapatkan kepastian harga, delivery dan produk,” jelas dia lagi.

Secara tidak langsung sistim tetsebut akan memotong mata rantai mafia pangan yang selama ini mengakar, sekaligus mendorong BUMN maupun Bumdes/Bumades yang bergerak di bidang pangan untuk lebih profesional dalam pengelolaannya dan mendorong industrialisasi di desa secara masif.

Dirinya menjelaskan, impor pangan hanya diijinkan dilakukan oleh Bulog apabila diperlukan, misalnya kekurangan supply atau tiba-tiba kelebihan permintaan atau harga pangan di dalam negeri tidak terkendali. “Namun ijin impor tetap melalui mekanisme dan verifikasi instansi berwenang,” jelas Ketua Yayasan Alfian Husin ini.

Dan yang terakhir, kata dia, dibentuk satgas khusus pengendalian pangan yang berfungsi mengawasi sekaligus menindak pelaku-pelaku usaha pangan termasuk Bulog dan BUMN/BUMD//Bumdes, pedagang/petani serta KUD yang tidak sesuai aturan dan undang-undang.

“Satgas tersebut bisa diambil dari Beacukai, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Perindustrian Kepolisian bahkan intelijen dan institusi lainnya yang dianggap diperlukan.Mewujudkan hal itu memang tidak mudah, tapi kalau tidak sekarang kapan lagi, karena pangan adalah kebutuhan pokok rakyat,” tegas dia.

“Di negara kapitalis sekalipun seperti Amerika, juga memproteksi komoditas yang berhubungan dengan kebutuhan pokok masyarakatnya, terkecuali komoditas-komoditas yang memang sudah diatur oleh mekanisme perdagangan internasional seperti karet, kelapa sawit, batubara dan lain-lain. Namun khusus untuk pangan negara bisa melakukan perlindungan untuk rakyatnya, karena memang diamanahkan dan dilindungi oleh UU No. 18 tahun 2012 mengenai pangan,” tutupnya. (Katrine)

Bagaimana Menurut Anda