TAPANULI SELATAN, BERITAANDA – Rangkaian banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi pada 24–27 November 2025 disepanjang pantai barat Sumatera tidak hanya menyebabkan kerusakan pemukiman serta infrastruktur, tetapi juga membuat aktivitas konstruksi di wilayah Tapanuli Selatan dan sekitarnya nyaris terhenti total.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Padangsidimpuan Julpan Tambunan ST MT menegaskan, bahwa dampak bencana ini terhadap sektor konstruksi sangat besar dan memerlukan perhatian khusus dari pemerintah.
“Kondisinya sudah masuk kategori darurat. Hampir semua pekerjaan konstruksi di Tapsel terdampak, baik dari sisi akses, logistik, maupun kerusakan fisik di lapangan,” ujarnya, Senin (8/12/2025).
Curah hujan ekstrem selama empat hari menyebabkan sejumlah sungai besar meluap dan memicu pergeseran struktur tanah. Akibatnya, jalur utama penghubung antarprovinsi lumpuh.
Untuk wilayah Tapanuli Selatan, akses menuju Sipirok terputus di kawasan Batu Jomba. Jalur ke Sibolga juga tidak dapat dilalui akibat longsor di Kecamatan Angkola Barat, Batang Toru, serta kerusakan parah pada ruas jalan di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
Sementara itu, hubungan ke Sumatera Barat turut terhambat dibeberapa titik di Pasaman Barat yang merupakan jalur utama menuju Padang.
Dengan kondisi tersebut, Tapanuli Selatan praktis terisolasi dari arah barat dan selatan. Hanya jalur memutar Paluta–Labuhan Batu via Rantau Prapat serta jalur Palas–Lintas Riau yang masih bisa digunakan, itupun dengan jarak tempuh lebih panjang serta biaya logistik yang berlipat.
“Ketika akses utama terputus, otomatis pasokan barang terhambat. Ini bukan hanya mengganggu sektor perdagangan, tetapi menghentikan total mobilisasi material untuk proyek,” tegas Julpan.
Dampak langsung lainnya adalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Pasokan yang menipis membuat harga eceran BBM meroket, bahkan mencapai dua hingga empat kali lipat dari harga normal. Padahal, BBM merupakan komponen vital dalam pekerjaan konstruksi, mulai dari pengoperasian alat berat, transportasi material, hingga mobilisasi pekerja.
“Tanpa BBM, alat berat tidak bisa bergerak. Mobilisasi material tidak bisa dilakukan. Maka otomatis pekerjaan berhenti. Ini kenyataan di lapangan,” jelas Julpan Tambunan.
Selain BBM, material konstruksi seperti pasir, batu kali, dan bahan pendukung lainnya juga sulit diperoleh. Dua sumber utama material Tapsel-Batang Toru (Mabang) dan Aek Puli (Tapanuli Utara) hingga kini tidak bisa diakses akibat jalan yang rusak atau tertutup longsor.
Dalam kondisi seperti ini, penyedia jasa konstruksi tidak memiliki banyak pilihan. Proyek tidak dapat dilanjutkan sesuai jadwal, dan pengiriman material praktis terhenti sepenuhnya.
Disejumlah wilayah yang terdampak langsung, seperti Batang Toru, Muara Batang Toru, Sangkunur, Angkola Selatan, Marancar, Sipirok hingga Sayur Matinggi, proyek konstruksi mengalami kerusakan serius. Banyak yang tergerus banjir, tertimbun material longsor, atau mengalami pergeseran struktur tanah.
Kerusakan ini bukan hanya menambah beban biaya, tetapi juga memperlambat progres pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan. Mobilisasi tenaga kerja serta material pun terhambat.
“Kontraktor di lapangan sudah bekerja maksimal, tetapi kondisi alam seperti ini berada di luar kendali mereka. Inilah yang kita sebut force majeure,” kata Julpan.
Melihat kondisi luar biasa tersebut, Julpan Tambunan meminta pemerintah daerah, mulai dari Bupati, Kepala Dinas, hingga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk memberikan ruang kebijakan berupa penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan mengenai keadaan kahar (force majeure).
“Kita harus realistis. Jangan sampai kontraktor disalahkan, padahal bencana ini jelas-jelas di luar kemampuan manusia. Pemerintah harus memberikan penyesuaian waktu yang legal dan tepat, agar administrasi proyek tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” tegasnya.
Julpan juga menambahkan bahwa dukungan pemerintah sangat dibutuhkan agar proyek yang tertunda dapat tetap memberi manfaat bagi masyarakat begitu kondisi kembali normal.
Rangkaian bencana besar yang melanda pantai barat Sumatera pada akhir November 2025 telah memberikan pengaruh signifikan terhadap pekerjaan konstruksi di Tapanuli Selatan dan wilayah sekitarnya.
Terputusnya akses jalan, kelangkaan BBM, sulitnya memperoleh material, serta kerusakan langsung pada pekerjaan proyek menjadi tantangan yang tidak bisa diatasi dengan langkah biasa.
“Koordinasi lintas instansi serta kebijakan yang tepat dan responsif adalah kunci agar pelaksanaan proyek publik tidak terhenti total dan tetap memberikan manfaat bagi masyarakat,” pungkas Julpan mengakhiri. [Anwar]































