
TAPANULI SELATAN, BERITAANDA – Mantan Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel) H. Syahrul M. Pasaribu angkat bicara terkait bencana banjir dan longsor dahsyat yang menerjang Tapsel pada 25 November 2025.
Bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem tersebut menghantam sebagian besar wilayah, menimbulkan korban jiwa, serta merusak infrastruktur dan permukiman warga.
Syahrul menyampaikan hal itu menjawab pertanyaan wartawan usai menyerahkan bantuan dari Yayasan Haji Hasan Pinayungan (YHHP) di Bukkas Malombu, Angkola Sangkunur, Kamis (4/12/2025) malam.
Menurutnya, dari 15 kecamatan yang ada, sebanyak 13 kecamatan terdampak. Rumah-rumah warga, fasilitas publik, hingga infrastruktur daerah dan nasional mengalami kerusakan berat.
Desa Garoga, Huta Godang, dan Aek Ngadol disebut sebagai wilayah terdampak paling parah, dengan puluhan korban meninggal dan banyak warga masih hilang usai Sungai Garoga meluap disertai hantaman ribuan gelondongan kayu.
Sementara itu, luapan Sungai Batangtoru membawa material lumpur dan kayu yang kemudian menumpuk di sejumlah desa seperti Hapesong Baru di Kecamatan Batangtoru, Muara Hutaraja, Manoppas, Appolu di Muara Batangtoru, serta Bandar Tarutung, Sibara-bara, dan Rianiate di Kecamatan Sangkunur.
Di hulu Sungai Garoga yang berada di wilayah Tapteng, Syahrul menegaskan sebagian besar kawasan merupakan APL (Areal Penggunaan Lain), sementara wilayah Tapsel didominasi Hutan Lindung. Kombinasi kondisi tersebut membuat aliran air berkecepatan tinggi membawa ribuan kayu hingga menyapu bangunan warga.
Menanggapi isu yang mengaitkan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di ekosistem Batangtoru sebagai penyebab bencana, Syahrul meminta publik tidak berspekulasi. Menurutnya, diperlukan kajian ilmiah yang komprehensif dan objektif.
Ia menjelaskan bahwa ekosistem Batangtoru yang membentang di Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah memiliki luas total 249.169 hektare, terdiri atas 157.003 hektare kawasan hutan (63%) dan 91.666 hektare APL (37%).
Rinciannya:
- Hutan Lindung: 128.384 ha
- Cagar Alam: 15.331 ha
- Hutan Produksi: 10.755 ha
- Hutan Produksi Terbatas: 2.533 ha
Distribusi kawasan hutan:
- Taput: 66,7%
- Tapsel: 22,6%
- Tapteng: 10,7%
Saat ditanya apakah perusahaan di Tapsel beroperasi di kawasan hutan, Syahrul menegaskan bahwa setahunya tidak ada.
Ia menjelaskan bahwa izin PT AR (tambang emas) pada 2015 dan 2019 seluruhnya berada di APL, dan izin lokasi PT NSHE (PLTA) sejak 2011 hingga 2015 juga berada di APL. Kedua perusahaan diwajibkan mengikuti aturan dan Amdal yang berlaku.
Terkait perusahaan di luar Tapsel seperti PT SOL atau PLTA Sipan Sihaporas, Syahrul mengaku tidak mengetahui karena keduanya berada di wilayah Taput dan Tapteng.
Syahrul mendesak pemerintah pusat dan kementerian terkait untuk melakukan penelusuran objektif dan berbasis data ilmiah terhadap kerusakan hutan Batangtoru.
“Kerusakan hutan di Batang Toru harus ditelusuri secara objektif. Jangan sampai opini liar mendominasi tanpa dukungan data lapangan,” tegasnya.
Syahrul juga meminta pemerintah melakukan moratorium penerbitan PAHT (Pemegang Hak Atas Tanah) untuk penebangan kayu di APL karena disinyalir rawan disalahgunakan, terlebih saat ini pemerintah daerah tidak lagi terlibat dalam proses pengambilannya.
Syahrul mengungkapkan bahwa saat masih menjabat Bupati Tapsel, ia telah menginisiasi Kesepakatan Tiga Daerah, yakni Tapsel, Taput, dan Tapteng, yang ditandatangani pada 23 Februari 2018 terkait komitmen bersama menjaga ekosistem Batang Toru selaras dengan pengelolaan sumber daya alam.
Kesepakatan tersebut dibubuhkan oleh 39 entitas, termasuk Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba, Dirjen KSDAE KLHK Wiratno, perwakilan IPB dan USU, LIPI, Dinas Kehutanan Sumut, YEL-SCOP, CI Indonesia, Bitra, NGO lingkungan lainnya, serta lima perusahaan yang beroperasi di ekosistem Batangtoru.
Isi kesepakatan meliputi konservasi keanekaragaman hayati seperti orangutan Tapanuli dan harimau Sumatera, reboisasi dan rehabilitasi ekosistem, pengelolaan APL berwawasan lingkungan, kewajiban investor mendukung konservasi, serta koordinasi lintas daerah dalam penyelesaian masalah.
“Komitmen ini membuktikan bahwa Tapsel sangat serius menjaga kelestarian hutan dan ekosistem Batang Toru,” ujar Syahrul.
Syahrul berharap seluruh pihak melihat persoalan ini secara proporsional, yakni sebagai bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem yang diperparah kondisi alam dan tata guna lahan. Ia mendorong pemerintah memperkuat mitigasi, rehabilitasi ekosistem, serta mempercepat pemulihan infrastruktur.
Khusus kepada pemerintah pusat, Syahrul meminta agar infrastruktur penting di Desa Garoga, Batu Hula, dan Aek Ngadol segera dibangun kembali, termasuk rumah penduduk. “Serta tidak memotong alokasi TKDD 2026 bagi daerah terdampak bencana, agar pemda dapat memulihkan kerusakan infrastruktur secara optimal,” pungkas Syahrul. [Anwar]






























