OGAN KOMERING ILIR, BERITAANDA – Merasa dizolimi atas pengelolaan lahan oleh pihak perusahaan, ratusan warga Desa Darat, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mendatangi kantor Pemkab OKI untuk mengadukan nasib mereka, Rabu (26/9/2024) siang.
Anipah, salah satu warga Desa Darat yang ikut berunjuk rasa di halaman kantor Pemkab OKI mengatakan, sebenarnya ini tahap kedua, dimana tahap pertama dulu perundingan. Lalu pihak perusahaan mendatangkan alat berat untuk membuat kanal, dengan alasan akan menjalankan program plasma.
“Dimana pada tahap pertama dulu, saat perundingan, katanya tanah milik rakyat. Namun saat warga akan mencari ikan atau masuk wilayah tersebut, tidak diperbolehkan oleh pihak-pihak tertentu, dengan alasan lahan milik perusahaan,” ujar dia.
Yang pertama, katanya, kanal untuk program plasma, dan kedua ini dibuat kanal untuk sekat api. Lanjut dia, nama perusahaan tersebut, kami tidak tau. Tapi yang jelas anarkis, banyak bekingan preman, padahal lahan itu milik rakyat semua.
“Oleh karenanya, kami meminta proyek yang telah dilakukan perusahaan tersebut untuk dihentikan, dan kepada pihak kepolisian tolong dijaga pak, jangan sampai terjadi bentrok dengan pihak-pihak tertentu yang membekingi perusahaan,” tandas dia.
Lanjutnya menceritakan, lahan yang sudah atau baru digarap pihak perusahaan dalam satu bulan ini ada sekitar 10 hektar, dan yang sudah dipetakan dengan titik koordinat sekitar 300 hektar yang diklaim milik mereka. Padahal itu seluruhnya tanah masyarakat, tidak ada lahan kosong.
“Dalam sebulan ini sekira 10 hektar digarap oleh perusahaan, tanpa ada persetujuan dan sosialisasi ke masyarakat. Mereka ngomong ada plasma, tapi alat berat sudah datang tanpa pemberitahuan, padahal belum ada keputusan,” ujarnya.
Sehingga, lanjut dia, masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa di lokasi. Dan ketika pihaknya mendatangi camat, katanya tidak bisa apa-apa karena lahan tersebut sudah dijual oleh oknum, dengan catatan terdapat 147 SPH yang sudah ditandatangani oleh camat.
“Sedangkan lahan yang dicaplok itu milik masyarakat semua. Lahan yang dicaplok sudah dipetakan, dan masyarakat tidak punya surat atau hak lagi. Ada juga cerita kades mengumpulkan KK, lalu dijadikan SPH, tanpa ada informasi apapun,” ungkap dia.
“Dan ketika kami mau memintanya, tidak mau memberikan 147 SPH tersebut, dengan alasan sudah dikasih kompensasi sebesar Rp 2 juta. Dalam 1 surat tersebut, luas tanah 2 hektar,” jelasnya.
“Jadi pada saat masyarakat menandatangani surat itu tidak membaca lagi, tapi ada juga yang jeli, lalu membaca, dimana tertera bahwa itu surat jual beli, harganya Rp 2 juta, dan sudah dibayarkan sekira 2 bulan lalu, padahal semula katanya itu uang kompensasi,” pungkas dia. (Iwan)