



TAPSEL-SUMUT, BERITAANDA – DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Tapanuli Selatan, melalui Wakil Ketua I Ady Syahputra Husni Nasution menyerukan kepada segelintir pihak ataupun oknum-oknum tertentu yang masih menyuarakan penolakan terhadap pembangunan PLTA Batangtoru untuk berfikir lebih komprehensif.
“Penolakan terkait pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Air (PLTA) Batangtoru Tapanuli Selatan (Tapsel) sama dengan menginginkan penggunaan energi berbasis fosil seperti batubara dan minyak bumi akan berlangsung terus menerus,” ungkapnya ketika ditemui BERITAANDA, Jumat (8/2/2019).
Menurut Ady, pembangunan PLTA Batangtoru sudah melewati proses matang berbagai kajian maupun analisa sejumlah tim ahli yang memenuhi kompetensi dalam menelaah beragam persoalan itu. Salah satunya dari aspek lingkungan hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara tegas mengkaji bahwa untuk mitigasi dampak pembangunan PLTA Batangtoru dinilai sudah sangat tepat.
“Kementerian yang dipimpin Menteri Siti Nurbaya telah melakukan sejumlah langkah tepat dalam mitigasi dampak pembangunan PLTA. Langkah tersebut memastikan proyek energi terbarukan tersebut bisa berjalan selaras dengan upaya perlindungan bentang alam Batangtoru dan konservasi orangutan,” kata Ady.
Dimana tim dari KLHK RI telah melakukan pemantauan intensif terhadap orangutan dan habitatnya. Selain itu KLHK juga sudah memerintahkan pengembang PLTA Batangtoru merevisi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) untuk mengakomodasi keberadaan orangutan di sekitar lokasi pembangunan PLTA.
“Bahkan sesuai data dan dokumen yang ada pada kami, instruksi-instruksi kongkrit seperti kewajiban untuk menyiapkan jembatan arboreal dan perlindungan koridor orangutan juga sudah disampaikan KLHK, dan telah dijalankan oleh pihak pengembang PLTA Batangtoru,” ujarnya.
Ady menekankan, pembangunan PLTA Batangtoru penting untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan yang rendah emisi gas rumah kaca (GRK). Ini merupakan bagian dari perwujudkan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi GRK seperti sudah dinyatakan Presiden Joko Widodo saat konferensi perubahan iklim di Paris, tahun 2015.
Di sisi lain, perlindungan terhadap orangutan dan seluruh ekosistemnya juga tidak dikorbankan atas nama pembangunan. Jadi ini memang tanggung jawab KLHK. Penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi emisi GRK harus didorong, sementara konservasi ekosistem hutan dan habitat orangutan juga harus dijaga.
“Kalau semua pembangunan pembangkit energi terbarukan dihadang dengan isu lingkungan, tidak akan ada investor yang mau masuk. Maka komitmen untuk menurunkan emisi GRK akan terancam. Lalu kita akan terus menerus membakar batubara, yang membuat dampak buruk perubahan iklim semakin menjadi-jadi,” ucapnya.
Ady menegaskan, pengembangan proyek pembangkit listrik bukanlah tanpa risiko. Untuk itu, telah dipilih proyek yang memiliki risiko paling minim, dan dilakukan mitigasi terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan.
Dia juga mengingatkan, pengembangan energi terbarukan yang memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalam negeri, praktis akan mengurangi impor bahan bakar minyak yang berarti penghematan devisa negara.
“Untuk PLTA Batangtoru, akan menggantikan pembangkit diesel terapung yang disewa dari Turki dengan biaya besar dan masih menggunakan minyak bumi. Jika bisa memanfaatkan sumber daya di dalam negeri, tentu akan lebih baik dan lebih murah,” jelasnya.
Oleh karena itu, secara tegas Ady menyatakan, bila merujuk kajian dan telaah di atas, apabila masih ada upaya dari sekelompok orang, apalagi itu muncul dari pihak asing yang bermaksud menghalangi-halangi pembangunan PLTA, maka patut diduga perbuatan mereka berkeinginan membuat gaduh suasana proses pembangunan PLTA Batangtoru, bahkan disinyalir ingin menciptakan ketidak kondusifan bumi Tapsel.
“Stop kampanye negatif menghambat pembangunan nasional berdasarkan informasi yang keliru, terlebih itu muncul dari sekelompok orang yang bukan berasal dari masyarakat asli Tapsel. Sebab sejatinya, kami warga Kabupaten Tapsel sangat mendukung penuh program pembangunan PLTA Batangtoru,” tegasnya.
Untuk diketahui, implementasi Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 mengatur tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang diamanatkan kepada semua pihak, termasuk di dalamnya pemerintah daerah, harus berperan serta merealisasikannya.
Terkait Perpres tersebut, PLTA Batangtoru termasuk infrastruktur strategis ketenagalistrikan nasional sebagai bagian integral dari program 35.000 mega watt (MW) Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mendorong pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ke luar Pulau Jawa.
PT NSHE tengah membangun PLTA Batangtoru berteknologi canggih yang di desain irit lahan dengan hanya memanfaatkan badan sungai seluas 24 hektare (Ha) dan lahan tambahan di lereng yang sangat curam seluas 66 Ha, sebagai kolam harian untuk menampung air. Air kolam harian tersebut akan dicurahkan melalui terowongan bawah tanah menggerakkan turbin yang menghasilkan tenaga listrik sebesar 510 MW.
Dari izin lokasi seluas 6.500 hektare yang diberikan untuk keperluan survei dan studi lapangan, pembangunan PLTA Batangtoru ternyata hanya memerlukan lahan seluas 122 hektare untuk tapak bangunan dan genangan air.
Berdasarkan kajian itu, PLTA Batangtoru membebaskan lahan seluas 650 hektare dan hanya akan membuka lahan sesuai keperluan fasilitas yang dibutuhkan dengan selalu mengedepankan prinsip kelestarian lingkungan.
PLTA Batangtoru sangat efisien dalam penggunaan lahan, terutama jika dibandingkan dengan Waduk Jatiluhur di Jawa Barat yang membutuhkan lahan penampung air seluas 8.300 Ha untuk membangkitkan tenaga listrik berkapasitas 158 MW. Meskipun lokasi PLTA Batangtoru berada di Areal Penggunaan Lain (APL). (Anwar)