



PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR, BERITAANDA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) resmi menghentikan penuntutan perkara tindak pidana pengancaman yang melibatkan tersangka Rusnaini alias Nani bin Nasrun.
Keputusan ini diambil melalui proses restorative justice (RJ) yang telah mendapat persetujuan dari Kejaksaan Agung RI.
Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dengan Nomor: 21/L.6.22/Eoh.2/02/2025 diserahkan pada Selasa (25/2/2025), di Rumah RJ Kejari PALI di Desa Prambatan.
Acara penyerahan SKPP ini dipimpin oleh Kepala Kejari PALI Farriman Isandi Siregar SH MH didampingi oleh Kasi Pidum Julfadli SH, Kasi Intelijen Rido Dharma Hermando SH MH, serta Jaksa Fasilitator Hanan Febrian SH. Hadir pula Camat Abab Razulik SH, Kepala Desa Prambatan Amsrol, dan sejumlah tokoh masyarakat.
Kasus ini bermula dari laporan korban, Efra Wira, yang merasa terancam oleh tersangka Rusnaini alias Nani. Berdasarkan penyelidikan, tersangka disangkakan melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dengan ancaman kekerasan.
Setelah berkas perkara dilimpahkan dari Polsek Penukal Abab ke Kejari PALI pada 10 Februari 2025, upaya perdamaian antara tersangka dan korban dilakukan. Pada hari yang sama pukul 12.00 WIB, kedua belah pihak sepakat berdamai. Kesepakatan ini kemudian dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk ditindaklanjuti.
Pada 13 Februari 2025, Kejaksaan Tinggi Sumsel menggelar ekspose RJ, yang kemudian berlanjut dengan ekspose di Jampidum Kejagung RI pada 19 Februari 2025. Hasilnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui penghentian penuntutan, dan SKPP pun diterbitkan.
Kepala Kejari PALI Farriman Isandi Siregar menegaskan, bahwa pendekatan restorative justice merupakan solusi lebih berkeadilan dalam menangani perkara ringan yang telah diselesaikan dengan kesepakatan damai antara pelaku dan korban.
“Restorative justice bukan sekadar menghentikan penuntutan, tetapi juga mengembalikan harmoni di masyarakat. Kasus ini menjadi contoh bagaimana hukum dapat memberikan solusi humanis, bukan hanya menghukum, tetapi juga memulihkan,” ujar Farriman, Rabu (26/2/2025).
Ia juga menegaskan bahwa penerapan RJ tetap mempertimbangkan hak-hak korban serta aspek keadilan.
“Kami memastikan bahwa proses ini dijalankan secara transparan dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan,” tambahnya.
Dengan penghentian perkara ini, Kejari PALI berharap masyarakat semakin memahami bahwa keadilan restoratif bukan berarti pelaku bebas begitu saja, tetapi lebih menitikberatkan pada pemulihan hubungan sosial dan pencegahan perbuatan serupa di masa depan.
Restorative justice terus didorong sebagai alternatif dalam menangani perkara yang tidak perlu berujung di meja hijau. Kejari PALI berkomitmen menerapkan pendekatan ini secara selektif, profesional, dan tetap mengutamakan kepentingan korban serta masyarakat luas.
“Kami akan terus mengedepankan RJ untuk perkara yang memenuhi syarat, tetapi tetap dengan kehati-hatian agar tidak disalahgunakan,” tutup Farriman. (RDT)