



PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR, BERITAANDA – Wartawan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Efran, angkat bicara terkait sikap Kepala Desa Sungai Ibul dan Kepala Desa Suka Maju yang menolak operasional PT Pertamina Pendopo Field di wilayah kedua desa tersebut.
Menurut Efran, keputusan penolakan yang disampaikan melalui surat itu terkesan ambigu dan menimbulkan kecurigaan.
“Saya menilai keputusan itu ambigu dan mencurigakan. Sampai saat ini, kedua kades tersebut enggan memberikan tanggapan saat saya konfirmasi terkait surat itu,” ujar Efran kepada media, Senin (12/5/2025).
Kecurigaan Efran semakin kuat karena dalam surat tersebut disebutkan tembusan kepada seluruh media cetak dan online di Kabupaten PALI. Namun, menurutnya, tidak ada komunikasi atau klarifikasi dari para kades kepada wartawan.
“Surat itu melibatkan media, tapi saat saya konfirmasi, baik Kades Yudi maupun Kades Rudini tidak mau memberikan penjelasan. Padahal semua orang tahu saya wartawan. Ini membuat saya merasa sengaja dilibatkan tanpa diajak bicara,” kata Efran.
Ia juga menilai sembilan poin yang menjadi dasar penolakan operasional Pertamina tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Menurutnya, perusahaan yang akan beroperasi di suatu wilayah pasti terlebih dahulu menjalankan prosedur birokrasi dan koordinasi.
“Tidak mungkin Pertamina tidak berkoordinasi dengan pemerintah desa. Sangat tidak masuk akal jika aktivitas perusahaan sebesar itu dilakukan tanpa sepengetahuan kades,” tegas Efran.
Efran menyampaikan bahwa dirinya memiliki pengalaman lebih dari dua dekade bekerja di sektor migas. Ia pernah bekerja di Medco sejak 1997 hingga 2008, lalu di Pertamina hingga mengundurkan diri pada Desember 2016 dan kemudian beralih menjadi wartawan.
“Dengan pengalaman tersebut, saya paham betul regulasi perusahaan migas, termasuk pentingnya pelaksanaan risk assessment sebelum melakukan aktivitas. Itu adalah prosedur wajib yang bertujuan mengidentifikasi dan mengelola risiko pekerjaan,” jelasnya.
Efran meyakini Pertamina telah melakukan risk assessment sebelum memulai aktivitas di Benakat Timur, termasuk di Desa Sungai Ibul dan Desa Suka Maju. Ia juga menegaskan bahwa dalam beberapa proyek strategis, koordinasi dilakukan secara vertikal dari pusat hingga ke tingkat desa.
“Artinya, mustahil jika pihak desa tidak tahu-menahu soal rencana kegiatan Pertamina,” katanya.
Lebih lanjut Efran memaparkan, bahwa biasanya setiap kegiatan perusahaan di wilayah desa selalu melibatkan pemerintah desa, termasuk dalam bentuk pemberdayaan masyarakat dan kompensasi tertentu.
“Setiap desa yang berada di ring satu perusahaan seperti Pertamina dan Medco biasanya mendapat insentif bulanan. Hal ini sudah menjadi praktik umum sejak dulu,” ungkap Efran.
Hal ini membuat Efran merasa aneh atas sikap dua kades tersebut. Menurutnya, sebesar apa pun manfaat yang diberikan perusahaan, jika tidak disertai rasa syukur, perusahaan tetap akan dianggap salah.
“Kalau tidak ada rasa syukur, pasti akan selalu mencari-cari kesalahan perusahaan, kecuali memang ada pelanggaran serius,” tambahnya.
Efran menilai bahwa penolakan tersebut tidak sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Ia menduga ada motif tersembunyi dari kedua kades yang ingin menekan perusahaan dengan mengatasnamakan media.
“Saya sudah konfirmasi secara acak kepada PWI PALI, IWO PALI, IWOI PALI, PWRI PALI, AWDI PALI, SWI PALI, SMSI PALI, dan JMSI PALI. Semuanya menyatakan tidak pernah menerima tembusan surat dari Kades Sungai Ibul maupun Kades Suka Maju,” ungkap Efran.
Ia juga mengaku telah menghubungi tiga wartawan yang berada di desa terkait, dan mereka menyatakan tidak pernah diajak berdiskusi atau diberi informasi soal surat penolakan itu.
Untuk itu, Efran menggelar konferensi pers guna menjernihkan posisi wartawan dan menghindari profesi jurnalistik dijadikan alat untuk kepentingan pribadi.
“Saya tidak sedang membela Pertamina, tetapi ingin mengungkap kebenaran. Kita patut mempertanyakan klaim dukungan media oleh kedua kades itu, padahal tidak ada satupun wartawan yang mengetahui atau diajak bicara,” tegas Efran.
Ia menekankan bahwa profesi wartawan tidak boleh dimanfaatkan untuk membekingi kepentingan kelompok tertentu.
“Profesi wartawan jangan sampai dijual demi kepentingan pribadi. Wartawan harus berdiri pada kebenaran dan keadilan,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Efran juga mengupas satu per satu sembilan alasan yang menjadi dasar penolakan kedua kades, yang kemudian dilanjutkan sesi tanya-jawab bersama para awak media dari berbagai platform.
Usai konferensi pers, puluhan wartawan menyambangi kantor Humas Pertamina Pendopo Field untuk mengkonfirmasi langsung kepada pihak perusahaan. Mereka diterima oleh Tim Relations Pertamina Pendopo Field, yakni Yuli Wisdayanti, Sukeri, Widya Susanti, serta staf keamanan Rudolf Barus.
“Memang benar surat itu ada, dan kami sudah menerima langsung saat kades mengantarkannya,” kata Yuli Wisdayanti, Kamis (15/5/2025).
Terkait sembilan poin penolakan, Yuli meminta waktu untuk klarifikasi karena ada perubahan kebijakan perusahaan. Ia menyebut, pihak yang berwenang memberikan penjelasan adalah tim komunikasi media Pertamina Prabumulih. (RDT)
Bagaimana Menurut Anda
